Ahad 24 Dec 2017 05:01 WIB

Islam Politik? No!

Gambar Sunan Pakubuwono X mengunjungi Kampung Luar Batang tahun 1920-an.
Foto:
Rapat Sarekat Islam di Kaliwungu, Jawa Tengah.

Apakah memang Islam masuk ke negeri ini dari jalur politik? Kalau berbicara catatan panjang sejarah, tentu faktor politik tak bisa dikesampingkan. Hadirnya kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara menjadi bukti relasi Islam dengan politik sudah terjalin lama. Namun sebelum munculnya kerajaan Islam, jalur perdagangan yang menjadi gerbang masuk Islam di Nusantara.

Ada banyak teori mengenai kapan Islam masuk dan dari mana. Ada yang mengatakan sejak dari abad ke-7. Ada pula yang berpandangan sejak abad ke-13. Soal asal masuknya Islam pun sejarawan terbelah pada beberapa asumsi, Arab, Gujarat, atau Persia.

Tapi satu yang jadi benang merah, mayoritas dari teori itu sepakat bahwa Islam mulanya dibawa lewat jalur perdagangan. Buktinya adalah peradaban Islam di Indonesia tercipta di pelabuhan-pelabuhan dagang besar di Nusantara.

Dengan berdagang pula, Islam mulai berasimilasi di masyarakat. Dengan budaya Islam yang tak mengenal kasta dan stratifikasi sosial, maka masyarakat Nusantara lebih mudah untuk menerima budaya tersebut di kesehariannya. Pedagang Islam bisa berniaga dengan siapapun tanpa mengenal sekat pemisah dan ini yang kemudian menimbulkan pemerataan di kemajuan di tiap pelabuhan yang disinggahi. Sejumlah daerah di Nusantara pun berkembang menjadi sebuah emporium perekonomian.

Ibnu Batuta bahkan pernah menuliskan bagaimana kebesaran perekonomian di Nusantara saat singgah di Kerajaan Samudera Pasai. "Negeri yang hijau dengan pelabuhannya yang indah dan besar," ( The Travels of Ibn Battuta A Virtual Tour with the 14th Century Traveler).

Muhammad Iskandar dalam tulisannya berjudul 'Nusantara dalam era Niaga Sebelum Abad ke-19' mengungkapkan, "perkembangan sistem emporium ini berkaitan erat dengan perluasan Islam dari Timur Tengah ke Asia. Oleh sebab itu dapat dipahami apabila sejak abad ke-14 di Nusantara juga bermunculan kota-kota dagang dengan penduduk yang mayoritas muslim."

Bersamaan dengan peran sentral pedagang Islam dalam mengangkat wilayah Nusantara sebagai pusat dagang, satu per satu kerajaan Islam pun bermunculan. Dan ini menjadi bagian periode emas kemajuan perniagaan nusantara, yang oleh ahli sejarah Asia Tenggara, Anthony Reid sebagai era 'kurun niaga'.

Dari perdagangan baru masuk ke politik. Walhasil era emas kurun niaga ini membuktikan bahwa yang menjadi kunci bukanlah Islam Politik tapi Islam Ekonomi. Dari Islam yang kuat secara ekonomi kemudian lahir Islam Politik yang membawa kemaslahatan seluruh masyarakat tanpa kecuali.

Tapi era kejayaan Islam Politik runtuh karena pondasinya Islam Ekonomi yang lebih dahulu kolaps. Ini bermula dengan masuknya VOC ke nusantara untuk memonopoli perekonomian pada abad ke-17. Dengan runtuhnya Islam Ekonomi, Islam Politik pun bisa dikendalikan oleh kolonial hingga melemah dan akhirnya punah.

Islam Politik yang berdiri tanpa Islam Ekonomi begitu mudah diinfiltrasi, diprovokasi, dan diadu domba. Hingga akhirnya sejumlah Kerajaan Islam di Nusantara pun akhirnya runtuh justru karena konflik dari dalam istana. Ini seperti Kerajaan Banten, Kerjaan Ternate dan Tidore, dan Kesultanan Makassar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement