Senin 09 Oct 2017 12:09 WIB

Imam Tabari, Bapak Sejarah Islam

Sejarah Islam / Ilustrasi
Foto: Republika/Yasin Habibi
Sejarah Islam / Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Abu Ja'far Muhammad bin Jarir at-Tabari (225-310 H/839-923 M), yang lebih dikenal dengan Imam Tabari dikenal sebagai Bapak Sejarah Islam. Ia telah membukakan jalan bagi berkembangnya penulisan sejarah Islam.

Seorang murid Imam Tabari bernama Ibnu Kumail mengisahkan, gurunya itu adalah orang yang pandai dalam membagi waktu, terutama untuk belajar. Pagi sampai siang ia gunakan untuk menulis. Konon, Imam Tabari bisa menulis 40 halaman karya ilmiah dalam satu hari.

Pada waktu sore, ia memberi pelajaran Alquran dan tafsir di masjid. Selepas shalat Magrib, pelajaran dilanjutkan dengan ilmu fikih. Setelah selesai, ia baru pulang ke rumah. Ibnu Kumail mengabarkan, Imam Tabari sering menolak imbalan yang diberikan kepadanya.

Dalam usia yang mencapai 85 tahun, Imam Tabari telah menulis banyak karya. Dua di antaranya begitu monumental, yaitu Tarikh ar-Rusul wa al-Mulk (Sejarah Para Rasul dan Raja-raja), dan Jami' al-Bayan fi Tafsir al-Quran atau Tafsir Tabari. Kedua karya ini yang menjadikannya lebih dikenal sebagai ahli sejarah dan tafsir.

Kepakaran Imam Tabari di bidang sejarah diakui sejarawan Muslim klasik dan kontemporer. Hussain Mou'nis, sejarawan asal Mesir, mengakui Tabari sebagai sejarawan yang mengagumkan.

''Pengetahuan sejarah yang dituangkannya dalam karya sejarah dan tafsir Alquran, benar-benar sebuah karya yang patut diacungi jempol. Sampai-sampai kita dibuat tidak sabar untuk sesegera mungkin melahap penjabaran-penjabarannya,'' kata Mou'nis dalam buku Tanqiyah Ushul al-Tarikh al-Islami.

Selama bertahun-tahun Tabari mengumpulkan data-data sejarah dan menghafalnya. Ia bersandar pada riwayat-riwayat yang belum dibukukan. Pengumpulan riwayat-riwayat itu ia lakukan ketika berkelana dari berbagai negeri untuk mengambil ilmu dari sejumlah ulama terkemuka. Mula-mula ia pergi ke Rey, Iran. Kemudian ke Baghdad, Irak; setelah itu melanjutkan ke Basrah dan Kufah. Pengembaraan terakhirnya adalah di Fustat (Mesir), dan Suriah sebelum akhirnya menetap di Baghdad.

Mou'nis menjelaskan, riwayat-riwayat dari berbagai negeri itu kemudian ia tulis secara teliti, detail, dan lengkap, yang meliputi berbagai bidang termasuk bidang administrasi, militer, dan kesenian. Di tangan Imam Tabari, penyusunan sejarah Arab mencapai puncaknya. Buku Tarikh Tabari menjadi acuan bagi pegiat sejarah sesudahnya, seperti Abul Fida, Ibnu Atsir, Miskawayah, dan Ibnu Kamil. Bahkan, Ahli Tafsir, Jalaluddin as-Syuti, yang lebih dikenal dengan nama Imam Suyuti, juga terpengaruh akan karya Tabari.

Tak lama setelah ia wafat, kitab sejarah Tabari diterjemahkan ke dalam bahasa Persia pada 963. Akan tetapi, terjemahan itu banyak meringkas dan menambah data-data sejarah yang lain. Dari versi bahasa Persia ini kemudian diterjemahkan kembali ke dalam bahasa Arab. Ensiklopedi Islam juga mencatat, ringkasan kitab sejarah Tabari diterbitkan di Leiden, Belanda. Kitabnya yang asli berjumlah 10 jilid dan 10 kali lebih besar dibandingkan ringkasannya itu.

Tak hanya dalam bidang fikih, Imam At-Tabari juga dikenal sebagai pakar dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan agama, seperti sejarah, tafsir, qiraat, dan bahasa. Mengenai kepakarannya, banyak imam lainnya yang memuji keluasan ilmu yang dimilikinya, di antaranya Imam Adz-Dzahabi.

''Imam Tabari adalah orang yang terpercaya, hafiz, jujur, imamnya para ahli tafsir, ahli fikih, pakar sejarah, dan menguasai ilmu qiraat dan bahasa,'' ujar Imam Adz-Dzahabi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement