Senin 09 Oct 2017 14:30 WIB

Kisah Sukses Imigran Muslim Asal Indonesia di Australia

Rep: Rahmat Fajar/A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Restoran Indonesia (ilustrasi)
Foto: VOA
Restoran Indonesia (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di resto mini itu, rasa rindu warga Indonesia di Melbourne, Victoria, Australia, bisa terobati. Etalase yang memajang Teh Kotak, Kecap Bango, hingga Saus ABC menjadi pemandangan ala warung makan di Tanah Air.

Belum lagi menunya. Resto bernama Jokamz itu menonjolkan makanan-makanan unggulan nusantara, mulai dari rendang, terong balado, iga bakar, nasi goreng, hingga bakwan.

Tidak hanya itu, Jokamz pun memiliki para pelayan berlogat jawa yang kental. Keberadaan mereka kian mengentalkan nuansa nusantara di resto ini. Alhasil, kekhasan menu di Jokamz tidak hanya dinikmati warga Indonesia. Warga Australia yang rindu kenangannya berlibur di Indonesia juga menikmati makanan di Jokamz.

Wiraguna Soenan Haniman mendirikan Jokamz sejak Desember 2014. Soenan tertarik berbisnis restoran karena menyadari besarnya minat warga Australia terhadap makanan Indonesia. "Kita targetnya justru orang bule," kata Soenan saat berbincang dengan Republika di restonya yang terletak di Jalan Cardiff, Melbourne, Australia, beberapa waktu lalu.

Meski hidup di negeri berpenduduk mayoritas non-Muslim, Soe nan tetap berkomitmen Jo kamz menyajikan makanan halal. Melbourne yang memiliki 200 etnik yang memeluk berbagai agama, termasuk Islam, membuat Soenan mengambil keputusan tersebut. Tidak hanya itu, sebagai seorang Muslim, Soenan pun bertekad bisa mempromosikan makanan halal kepada warga Melbourne dan Australia.

"Kita harus nunjukin ke warga sini kalau halal itu the Muslim way," ujarnya. Dia menjelaskan, untuk mengurus sertifikasi halal di Victoria bukan hal yang sulit. Biaya pengurusannya pun, kata Soenan, tergolong murah.

Pengusaha yang ingin disertifikasi harus mengajukan diri kepada otoritas halal setempat. Setelah itu, mereka akan diakreditasi. Petugas terkait akan mengecek dari mana saja suplai bahan baku makanan yang disajikan resto tersebut, apakah ada zat haram atau tidak.

"Kalau kita tidak menyajikan menu pork (babi) memang relatif lebih mudah," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement