Rabu 28 Dec 2016 04:57 WIB

'Paus Islam', Para Wali: Kisah Ulama pada Awal Pengembangan Islam di Jawa

Sultan Mataram tengah menggelar acara rampokan (adu macan melawan manusia).
Foto:
Muslim Jawa memakai surban di zaman kerajaan.

Dalam masyarakat Jawa dikenal sebutan beberapa gelar yang diperuntukkan bagiulama. Pertama, gelar wali  diberikan padaulama tingkat tinggi, memiliki pribadi yang berkemampuan luar biasa.

Sering juga para wali dipanggil sunan (susuhunan = yang disuwuni), seperti halnya para raja. Hal ini berarti memiliki derajat seperti raja yang  dapat memenuhi dan mengayomi kebutuhan masyarakat. Kedua, gelar  panembahan diberikan kepada ulama yang memiliki keunggulan spiritual . Di samping itu, gelar ini juga diberi- kan kepada ulama yang berusia tua atau awune tuwa . Hal ini untuk menunjukkan bahwa sang ulama mempunyai kekuatan spiritual yang tinggi.

Gelar ini pernah dipakai oleh keturunan Sunan Giri (abad ke-17) yaitu

Panembahan Mas Giri  dan juga  Panembahan Rama  atau Kyai Kajoran, seorang ulama Mataram keturunan P. Senopati. Gelar Panembahan itu juga dipakai oleh Senopati yang punya kekuatan spiritual, atau saudara raja yang telah tua. Arti dari  panembahan  ialah yang disembah atau dihormati, karena prestasi spiritualnya. Ketiga, gelar  kyai , seperti telah disebut di muka, gelar ini adalah gelar sebagai kehormatan bagi para ulama pada umumnya.

Di samping itu, gelar kyai digunakan untuk seorang ulama desa yang mempunyai pengaruh besar. Mereka sering disebut sebagai  kyai ageng  (ki ageng / ki gede). Ulama yang telah pergi haji disebut  kyai haji, atau kiaji.

Dari penggelaran para alim-ulama itu, terlihat bahwa di Jawa terdapat penghor- matan baik terhadap pemimpin agama, maupun bidang politik kenegaraan. Adapun ulama yang masuk dalam lingkaran birokrat tradisio-

nal, diberi gelar :  Penghulu, Ketib, Modin, Kaum, Abdi Dalem Kaji  dan sebagainya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement