Senin 18 Jul 2016 04:51 WIB

Pena Jawa Turki, Keraton Mataram, dan Eksistensi Kerajaan Nusantara

Hagia Sophia di Turki
Foto: News
Hagia Sophia di Turki

Turki memang bukan negara yang baru muncul kemarin sore. Usia Negara ini sudah mendekati seribu tahun, tepatnya berdiri pada tahun 1299, yakni ketika suku-suku Turki di bawah pimpinan Osman Bey bersatu dan mendirikan negara itu di wilayah barat laut Anatolia.

Bahkan, setelah Romawi ambruk, maka negara Turki lama atau Kekhalifahan Ottoman (Turki Usmani) ini, seiring penaklukan Konstantinopel oleh Sultan Mehmed II  pada tahun 1453, secara perlahan mulai berubah menjadi negara adikuasa. Puncaknya, pada abad ke-16 dan ke-17 Masehi, kesultanan tersebut sempat menguasai atau menjadi imperium dunia, sebelum kemudian mengalami kemunduran serta kemudian dibubarkan oleh Kemal Ataturk pada 3 Maret 1924.

Dulu, di berbagai forum diskusi yang membahas mengenai peradaban Islam, mendiang Nurcholish Madjid kerap membandingkan lamanya masa "kekuasaan Islam", termasuk imperium Turki Usmani, ketika menggenggam peradaban dunia.

"Peradaban Islam menguasai dunia selamaa 700 tahun atau bahkan bisa juga disebut hampir 1.000 tahun. Bandingkan dengan peradaban barat yang baru mulai berkuasa sejak beberapa ratus tahun silam, yakni setelah munculnya revolusi industri. Kalau Amerika Serikat malah baru kemarin eksis menjadi penguasa dunia, yakni mulai tahun 1990-an setelah Uni Soviet rubuh. Bayangkan betapa lamanya kurun itu,’’ ujar Nurcholish Madjid.

Dia juga membandingkan sosok Kesultanan Ottoman dengan Kerajaan Majapahit yang juga sama-sama berdiri di awal abad ke-13. Fakta menyatakan, kerajaan di Turki itu sempat menjadi penguasa dunia dan jejaknya masih terlihat jelas sampai sekarang, namun untuk kerajaan yang berada di Jawa bagian timur itu kini  sosoknya hampir-hampir tak ada lagi. Bahkan, jejaknya hanya beberapa penggal saja yang bisa ditemukan.

Uniknya lagi, meski berada di belahan dunia yang jauh dari Indonesia, tetapi karena sempat menjadi imperium duniamaka sosok Kesultanan Turki tersebut semenjak dahulu ternyata banyak terkait dengan kerajaan-kerajaan yang ada di kawasan nusantara. Kesultanan Aceh, misalnya, punya hubungan istimewa dengan Kekhalifahan Turki itu. Dulu, ketika mereka menghadapai ekspansi Portugis yang sudah menguasai Malaka, para penguasa Kesultanan Aceh rutin meminta bantuan penguasa Ottoman Turki untuk mendatangkan bantuan pertahanan negara berupa kapal, meriam, tenaga ahli militer, hingga kaum cerdik pandai agar negaranya terbebas dari kolonial Portugis.

Maka menjadi tak mengherankan bila di pinggiran Banda Aceh sampai kini masih bisa ditemukan bekas kampung yang didirikan oleh para pendatang atau keturunan Turki. Memang, kampung ini pada tahun 2004 sempat luluh lantak diterjang tsunami. Kondisinya bisa dipulihkan kembali dengan bantuan dana rehabilitasi dari Pemerintah Turki. Hal inilah yang secara jelas menandakan bahwa hubungan Aceh dengan Turki bernilai khusus, mulai dari zaman dahulu sampai sekarang.

Sedangkan, untuk dua kerajaan di Jawa, yakni Banten dan Mataram, juga tercatat pada tahun paruh pertama tahun 1600-an sempat meminta legitimasi kekuasaan rajanya kepada penguasa Turki. Mereka mengirimkan utusannya untuk menemui wakil dari penguasa Turki yang berada di Makkah (lazim disebut dengan Syarif Makkah).Tujuannya untuk meminta persetujuan menggunakan gelar "sultan" serta mendapatkan "stempel mas Byat Al-Haram, Makkah".

Tak hanya itu, dalam fakta yang lebih kontemporer, dalam sebuah perbincangan dengan jurnalis asal Turki, ada hal mengagetkan yang mana bisa dipakai sebagai pertanda betapa dekatnya hubungan Turki dengan kawasan dan berbagai kerajaan di kepulauan nusantara. Dia menyebut adanya sebuah alat tulis semacam pensil dari bambu yang diruncingkan (ujung runcingnya itu dicelupkan ke tinta untuk menulis di atas kertas) yang oleh orang Turki disebut dengan "pena jawa".

‘’Memang banyak alat tulis yang lain. Tapi saat itu ‘pena bambu’ atau ‘jawa’ adalah yang terbaik mutunya. Sangat enak untuk menulis di atas kertas dengan mencelupkannya ke dalam tinta,’’ katanya seraya mengatakan bukti sebutan tersebut menjadi tanda betapa dekatnya hubungan antara Turki dan Indonesia meski terpisahkan jarak yang jauh dan samudra yang luas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement