Kamis 30 Jul 2015 17:18 WIB

Manuskrip Mauritania Mirip Kaligrafi Andalusia

Rep: c30/ Red: Agung Sasongko
Tenaga ahli tengah melakukan perawatan terhadap manuskrip kuno
Foto: Republika/Siwi Tri Puji
Tenaga ahli tengah melakukan perawatan terhadap manuskrip kuno

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Banyak yang berpikir manuskrip Mauritania adalah murni turunan gaya Maghribi. Padahal, menurut sejarawan jika diperhatikan secara seksama manuskrip  Mauritania ini semakin dekat tingkat kemiripannya dengan kaligfrafi Andalusi.

Menurut Mohameden Ould Ahmad Salem seorang kaligrafi otodidak muda, dengan membandingkan naskah Andalus abad ke 12 dengan naskah Mauratania abad ke-19, mereka memiliki gaya kaligrafi yang sama.

Naskah pertama yang ditulis di Mauratania adalah kumpulan saran tentang bagaimana menerapkan kode hukum Almoravid. Naskah tersebut berjudul Al-Ishara fi Tadbir Al-Imara, karya Imam Al-Hadrami (wafat 1097). Naskah tersebut menurut Salem berada di perpustakaan Abd Al-Mu'min di Tichitt.

Naskah pembanding selanjutnya adalah naskah tentang hukum karya Sidi Muhammad bin Ahmad Abu Bakar Al-Wadani (wafat 1527). Gaya penulisannya unik, di Mauritania disebut Legrayda. Legrayda yang berarti "lobed," karena dari ujungnya bulat. Dari empat naskah utama yang digunakan di Mauritania, Legrayda paling dekat dengan Andalusi.

 

Selain mengkritisi gaya kaligrafi Mauritania, Salem juga membahas tentang Proyek Perlindungan dan Pengembangan naskah Mauritania sebagai Warisan Budaya. 

Proyek ini bertujuan untuk mengkoordinasikan upaya lembaga-termasuk konservasi internasional UNESCO, Al-Furqan Heritage Islam Yayasan yang didirikan oleh Ahmad Zaki Yamani dari Arab Saudi, dan Bibliotheque Nationale Perancis-dengan pekerjaan yang dipelopori secara lokal oleh IMRS dan Universitas Nouakchott.

Untuk proyeknya sendiri dibiayai oleh Bank Dunia dan dipimpin oleh Mohamed Ould Sidi Haibetna Haib.

Ould Sidi Haiba berencana membangun laboratorium konservasi naskah di seluruh negeri. Namun, Haiba memiliki banyak rintangan dalam mewujudkan mimpinya.

Salah satu rintangan utamanya meminta pihak keluarga untuk melepaskan perpustakaan pribadi mereka (manuskrip naskah) dan membiarkannya di bawa dalam laboratorium naskah.

Menurutnya, dengan menyimpan naskah di dalam perpustakaan pribadi di dalam rumah ini tidak baik untuk merawat kondisi fisik naskah tersebut. Namun, sampai saat ini masih banyak pemilik perorangan lebih memilih untuk mengambil risiko melanjutkan kerusakan naskah mereka daripada menyerahkannya pada laboratorium naskah.

Ould Sidi Haiba merasa kekhawatiran akan nasib manuskrip Mauritania beberapa tahun mendatang. Ia khawatir, naskah Mauritania ini kemudian memburuk dan naskah tidak lagi bisa lagi dibaca, recopied, atau bahkan di katalogkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement