Jumat 01 May 2015 12:20 WIB

Masjid Agung Tasikmalaya Lestarikan Semangat Tumenggung Soeria Atmadja (2-habis)

Rep: c 10/ Red: Indah Wulandari
Masjid Agung Kota Tasikmalaya
Foto: flickr
Masjid Agung Kota Tasikmalaya

REPUBLIKA.CO.ID,TASIKMALAYA -- Menurut warga Tasikmalaya, Ibnu Bukhari (29 tahun), desain arsitektur Masjid Agung Tasikmalaya mengandung makna filosofis Islam. Masjid Agung memiliki lima atap, hal tersebut mencerminkan pada kewajiban menjalankan shalat lima waktu. Selain itu, mengarah kepada simbol rukun islam yang lima.

Menara Masjid Agung juga terbagi menjadi tiga bagian, hal tersebut mencerminkan tingkat kesempurnaan sebagai seorang muslim, yaitu Iman, Islam, dan Ihsan.

Kemudian, menara masjid tingginya 33 meter, mengandung simbol Dzikrullah dalam bentuk Tasbih, Tahmid, dan Takbir. Selain tempat untuk beribadah shalat, Masjid Agung juga memiliki beberapa unit kegiatan keagamaan lainnya.

Berdasarkan catatan sejarah, Masjid Agung Tasikmalaya telah mengalami lima kali renovasi. Yakni, pada tahun 1923, 1973, 1977, 1982 dan terakhir pada tahun 2000. Pada saat renovasi ketiga, dilakukan pemugaran total.

Hal tersebut dilakukan karena pada tahun 1977 terjadi gempa besar. Akibat gempa tersebut, bangunan masjid rusak parah. Kondisi masjid saat itu tidak mungkin diperbaiki dengan cara renovasi tambal sulam.

Alasan lainnya dilakukan pemugaran total, berdasarkan pada hasil pengukuran oleh mahasiswa dari ITB dan para pakar. Penelitian mereka mengungkap, Masjid Agung kurang tepat mengarah ke kiblat (Kakbah) atau melenceng sekitar 5 - 15 derajat. Maka, ada pemugaran total dengan desain arsitektur terbaru.

Pengurus Masjid Agung Tasikmalaya, Ketua Bidang Ri'ayah masjid, Tubagus H Oom Abdurahman menambahkan, pada tahun 1822 terjadi letusan pertama Gunung Galunggung.

Menurut sejarah lisan nenek moyangnya yang tinggal di sekitar Masjid Agung, letusan tersebut membuat area masjid dipenuhi oleh pasir dan abu letusan gunung.

Akibat letusan tersebut, sekitar 4.000 lebih masyarakat meninggal dunia. Menurutnya, sejak masa itu diperkirakan sudah ada tempat beribadah di tempat berdirinya masjid agung saat ini.

Tubagus melanjutkan, di sebelah timur Masjid Agung, Pangeran Sumedang yang bernama Raden Tumenggu Soeria Atmadja pernah tinggal.

Kemudian, Pangeran Sumedang menyelesaikan pembangunan Masjid Agung pada tahun 1888. Masjid pertama kali dibangun sangat sederhana, tapi memiliki halaman yang sangat luas.

"Masjid pertama dibangun dengan atap punden berundak, khas arsitektur lokal," kata Tubagus.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement