Kamis 13 Nov 2014 00:30 WIB

Masjid Jami Nurul Amal Subang, Saksi Bersejarah Jamaah Haji

Rep: Ita Nina Winarsih/ Red: Agung Sasongko
Jamaah haji melakukan sujud syukur saat tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (5/11). (Republika/Tahta Aidilla)
Jamaah haji melakukan sujud syukur saat tiba di Bandara Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Rabu (5/11). (Republika/Tahta Aidilla)

REPUBLIKA.CO.ID, SUBANG -- Masjid Nurul Amal, lokasinya berada di Kampung Mekar Wangi, Desa Cigadung, Kecamatan/Kabupaten Subang. Masjid ini, berada di komplek Wisma Haji Subang.

Masjid ini, menjadi saksi bisu bagi para jamaah haji asal daerah ini. Karena, sebelum keberangkatan ke wisma haji Pondok Gede (embarkasi), biasanya para calon jamaah haji asal Subang melakukan shalat terakhir dulu di masjid ini.

Cece Suryana (40 tahun), salah satu pengurus DKM Masjid Nurul Amal, menceritakan, setiap tahunnya ratusan calon jamaah haji berkumpul di kompleks wisma haji ini. Sebelum pelepasan para jamaah, biasanya ada ritual dulu. Yakni, shalat berjamaah yang terakhir kalinya sebelum bertolak ke embarkasi.

"Musim haji tahun ini, mereka shalat berjamaah subuh di masjid ini," ujarnya, kepada ROL, Rabu (12/11).

Berbagai niat, mereka ikrarkan dalam hati melalui shalat terakhir tersebut. Tentunya, lanjut Cece, para jamaah haji itu meniatkan yang baik-baik selama melakukan ibadah di tanah suci. Dengan harapan, amal perbuatan mereka akan dibalas dengan pahal. Serta, pulangnya mendapat gelar haji yang mabrur.

Karena itu, biasanya pada shalat terakhir sebelum berangkat ke embarkasi tersebut, para jamaah itu ber-i'tikaf sangat lama. Ada yang berdoa dengan pasangannya atau dengan anggota keluarga. Pokoknya, saat musim haji tiba, masjid ini sangat ramai.

"Masjid ini, jadi saksi sejarah bagi mereka yang akan berhaji," ujarnya.

Cece menuturkan, Masjid Nurul Amal ini, diresmikan pada April 1987 lalu. Masjid dengan ukuran 20x20 meter ini, dibangun atas prakarsa Yayasan Amal Muslim Pancasila, yang dulunya diketuai oleh Presiden Soeharto. Karena itu, gaya arsitektur masjid ini menyerupai Masjid Demak. Yakni, bentuk atapnya khas nusantara yaitu berbentuk limas dengan tiga susun. Akan tetapi, bedanya masjid ini tak memiliki tiang soko guru seperti yang ada di Masjid Demak.

Rongga dari atap masjid yang berbentuk limas itu, lanjutnya, ternyata dijadikan ventilasi udara. Jadi, siklus udara ini keluar masuk melalui jendela dan ventilasi tersebut. Sehingga, tanpa mesin pendingin udara pun, ruangan di dalam masjid ini sangat sejuk.

Terlebih lagi, udara yang masuk sangat segar. Karena, masjid dengan warna dominan putih dan berdinding keramik abu-abu ini dikeliling pepohohan. Karena udaranya yang sejuk ini, maka setiap harinya masjid ini banyak dikunjungi ummat muslim. Terutama, mereka yang bekerja di kompleks wisma haji tersebut.

"Biasanya, yang datang kesini untuk melaksanakan shalat dzuhur berjamaah," ujar Cece.

Selain pegawai kantoran, masjid ini juga diserbu oleh anak-anak sekolah. Karena, masjid ini berdekatan dengan sekolah. Sehingga, setiap waktu dzuhur atau ashar banyak dijumpai anak-anak berseragam yang shalat berjamaah.

Jadi, meskipun musim haji telah usai, masjid ini tetap banyak pengunjungnya.

Apalagi, masjid ini sangat terbuka untuk umum. Dengan kata lain, 24 jam masjid ini tak pernah dikunci. Dengan begitu, kapanpun kaum muslim mau mengunjungi masjid ini, bebas tidak ada  yang melarang. "Yang tidak boleh itu, kalau masjid ini jadi lokasi kampanye politik," ujarnya.

Sementara itu, Dani Kusuma (17 tahun), pelajar asal SMKN I Subang, mengaku, jika waktu sekolah dirinya sering melaksanakan shalat berjamaah di masjid ini. Karena, kalau sudah shalat berjamaah, pikiran kembali jernih. Dengan pikiran yang jernih, maka pelajaran yang  disampaikan guru masuk semua ke otak.

"Makanya, saya selalu menyempatkan untuk shalat berjamaah. Hati jadi adem dan pikiran juga lebih fresh," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement