Jumat 31 Oct 2014 20:21 WIB

Siti Walidah Dahlan, Sang Wanita Pejuang (1)

Siti Walidah Dahlan (kanan) dan suami.
Foto: Ipmmojokerto.com/ca
Siti Walidah Dahlan (kanan) dan suami.

Oleh: Ratna Ajeng Tejomukti     

Dia dikenal setelah pernikahannya dengan pendiri organisasi Muhammadiyah, KH Ahmad Dahlan.

Dilahirkan dengan nama Siti Walidah di Kauman, Yogyakarta, pada 1872, setelah menikah namanya lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Seorang pahlawan nasional berkat pengabdiannya di bidang pendidikan, pergerakan, dan perjuangan, khususnya bagi kaum wanita Indonesia.

Walidah merupakan putri dari Kiai Haji Muhammad Fadli. Ayahnya merupakan seorang penghulu keraton Yogyakarta. Sejak kecil Walidah selalu menjaga kehormatan sang ayah sebagai ulama yang disegani. Walidah kecil memang membatasi pergaulan dan hanya mengenyam pendidikan di rumah saja.

Sebagai putri ulama keraton, ajaran Islam telah dia kenyam sedari dini. Dia tidak belajar di sekolah formal seperti anak laki-laki pada umumnya. Namun, tekadnya untuk menuntut ilmu sangat kuat. Hampir setiap hari dia menuntut ilmu keislaman dengan kitab-kitab agama berbahasa Arab Jawa (pegon).

Kemudian dia menikah dengan sepupunya sendiri, KH Ahmad Dahlan. Keingintahuannya mengenai ilmu agama Islam semakin meningkat sejak menikah. Sebagai seorang wanita, dia tidak hanya menjadi ibu rumah tangga biasa yang hanya di rumah saja.

Walidah selalu ikut serta untuk berdiskusi dan menyampaikan pandangannya bersama tokoh Indonesia lainnya, seperti Jenderal Sudirman, Bung Karno, Kyai Haji Mas Mansur, dan Bung Tomo.

Kepiawaiannya dalam berorganisasi dirintisnya dalam kelompok pengajian wanita dengan nama Sopo Tresno pada 1914. Meskipun belum berbentuk organisasi dengan segala macam aturannya, kelompok ini telah fokus pada kajian dakwah bagi kaum perempuan.

Dalam pengajian itu, diterangkan ayat-ayat Alquran dan hadis yang membahas hak dan kewajiban perempuan. Perempuan diharapkan dapat mengetahui dan menerapkan kewajibannya sebagai manusia, istri, dan hamba Allah.

Kelompok pengajian kemudian berubah nama menjadi Aisyiyah yang dicetuskan oleh beberapa tokoh Muhammadiyah, antara lain, KH Muhtar, KH Ahmad Dahlan, KH Bagus Hadikusuma, KH Fakhruddin.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement