Selasa 30 Sep 2014 17:27 WIB

Bimaristan, Rumah Sakit Islam Lintas Kasta (2)

Rep: c78 / Red: Chairul Akhmad
Bimaristan Argun, Aleppo, Suriah.
Foto: Wikipedia.org
Bimaristan Argun, Aleppo, Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, Dalam sebuah buku karangan Dr Musthafa al-Siba’i dijelaskan bahwa pada zaman keemasan peradaban Islam, hampir semua rumah sakit digratiskan bagi semua lapisan masyarakat, kaya ataupun miskin, orang jauh ataupun dekat orang berpendidikan maupun tidak.

Semua unsur yang ada dalam rumah sakit mendapat perhatian penuh dari segi pelayanan, makanan, pakaian, sanitasi lingkungan, sampai pembekalan pascakesembuhan. Sungguh sebuah hal yang menakjubkan, bukan?

Bimaristan dibangun oleh para ahli kedokteran Muslim sebagai pengganti kuil penyembuhan kuno. Selain melayani seluruh lapisan masyarakat, rumah sakit Islam pada masa itu juga merawat pasien dengan beragam penyakit, termasuk lepra dan kebutaan. Konsep pengobatan modern pun sudah diterapkan, yakni pasien ditangani oleh dokter yang ahli.

Cikal bakal bimaristan bermula pada sekitar 325 M. Kala itu, kerajaan Romawi mulai membangun rumah sakit untuk pertama kalinya. Dua abad kemudian, tepatnya pada 529 M, dibangunlah rumah sakit dengan istilah bimaristan di Kota Jundishapur, Persia. Di sana dibangun juga sekolah kedokteran dan laboratorium farmasi.

 

Ketika pasukan Islam menaklukkan Judhishapur pada 638 M, rumah sakit dan sekolah tidak dirusak, tapi dikembangkan. Sekitar seratus tahun, Jundishapur menjadi satu-satunya tempat bagi umat Islam untuk mempelajari ilmu kedokteran.

Salah satu dokter terkenal lulusan Akademi Kedokteran Jundishapur, yakni Bukhtishu, seorang Kristen Nestorian. Keturunan-keturunan Bukhtishu juga menjadi dokter sampai selama 250 tahun atau sekitar enam generasi. Bahkan, beberapa dari mereka menjadi dokter pribadi khalifah.

Pada era keemasan Islam, rumah sakit yang tersebar di kawasan Arab memiliki karakteristik yang khas. Di antaranya, melayani semua orang tanpa membedakan warna kulit, agama, serta strata sosial. Hal tersebut dituliskan Nigel Shanks dalam artikelnya berjudul “Arabian Medicine in The Middle Ages, Journal of the Royal Society of Medicine” yang terbit pada 1984.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement