Rabu 07 May 2014 19:46 WIB

Masjid Habiburrahman: Lapang, Terbuka, dan Leluasa (2)

Masjid Habiburrahman, Bandung, Jaw Barat.
Foto: Indonesia.is
Masjid Habiburrahman, Bandung, Jaw Barat.

Oleh: Mohammad Akbar

Konsep terbuka itu terlihat dari bentuk langit-langit masjid yang mengikuti pola kemiringan bagian atap serta membiarkan tulang penyangga atap “telanjang”.

Model semacam ini biasanya kerap ditemukan pada bagunan seperti gelanggang olahraga (GOR) yang memudahkan sirkulasi udara berputar secara leluasa.

Sementara itu, untuk pilar penyangga dari atap menuju dasar bangunan, mengadopsi pola yang ada di Masjid Demak. Dalam hal ini hadir empat tiang atau yang biasa dikenal sebagai tiang sokoguru.

Namun yang membuatnya berbeda, tiang sokoguru tersebut ditempatkan di bagian pinggir sehingga tidak terlalu menganggu pandangan jamaah untuk melihat ke bagian mihrab.

Untuk model pilar, masjid tersebut memiliki bentuk persegi. Pilar itu dilapisi oleh kayu dengan motif ukiran geometris. Model pilar semacam ini umumnya sering ditemukan di sejumlah masjid agung atau masjid raya yang ada di berbagai daerah di Indonesia.

Sesungguhnya, pada bagian interior ini kesan yang lebih menonjol adalah ruang yang lapang. Untuk ornamen, hiasannya tak terlalu menjadi daya pikat utama. Ornamen penghias di bagian interior ini umumnya dihadirkan dalam bentuk ukiran kayu yang dilekatkan menyatu dengan bagian dinding bangunan.

Di antaranya, dapat disaksikan pada tembok yang bersejajar dengan bagian mihrab. Di bagian ini terdapat kaligrafi yang diukir di kayu dan dilekatkan ke tembok berlatar warna putih.

Untuk bagian mihrabnya, juga tidak terlalu menonjol dengan ragam hiasan yang rumit. Satu-satunya daya pikat hanyalah sebuah mimbar yang terbuat dari material kayu.

Mimbar ini istimewa karena sumbangan dari BJ Habibie. Penanda itu terlihat melalui bagian bawah mimbar dengan tulisan “Sumbangan dari H Bachruddin Jusuf Habibie dan Hj Hasri Ainun Habibie”.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement