Selasa 11 Feb 2014 22:22 WIB

Islam Cheng Ho (5)

Sejumlah pengunjung menyaksikan atraksi liong dan barongsai pada kirab perayaan kedatangan Laksamana Cheng Ho (Sam Poo Tay Djien) ke-606, di Kelenteng Sam Poo Kong Semarang, Jawa Tengah.
Foto: Antara/R Rekotomo
Sejumlah pengunjung menyaksikan atraksi liong dan barongsai pada kirab perayaan kedatangan Laksamana Cheng Ho (Sam Poo Tay Djien) ke-606, di Kelenteng Sam Poo Kong Semarang, Jawa Tengah.

Oleh: Afriza Hanifa

Walau Laksamana Cheng Ho beragama Islam, warga Cina non–Muslim tetap memujanya. Sosok Cheng Ho sangat dihormati tak hanya oleh warga Tionghoa, namun juga warga setempat.

Bagi warga Cina, sebuah penghormatan ada seorang laksamana utusan Kaisar Tiongkok menginjakkan kaki di Kota Semarang. Bagi masyarakat Jawa, Cheng Ho memiliki andil dalam penyebaran Islam di Semarang.

Cheng Ho bersama Juru Mudi yang beragama Islam membuat masyarakat Islam Jawa, terutama kejawen, mendatangi Kelenteng Sam Poo Kong.

Setiap malam Jumat Kliwon, mereka berkunjung ke Sam Poo Kong. Dengan membawa bunga, mere ka mendatangi patung Cheng Ho layaknya mendatangi makam wali atau sunan.

Hal tersebut tak beda jauh dengan apa yang dilakukan warga Tionghoa yang menyembah Cheng Ho layaknya dewa. Meski telah diketahui secara jelas bahwa Cheng Ho beragama Islam, namun tak menyurutkan masyarakat Cina untuk menyembah dan memujanya.

Menurut Jongkie Tio, penyembahan tersebut berawal dari salah kaprah menyikapi patung yang dibuat orang-orang pendahulu. Berawal satu dua orang yang menyebut keinginannya di depan patung Cheng Ho, namun ternyata terkabul.

Kabar pun berkembang, warga Tionghoa mulai percaya patung Cheng Ho dapat menjadi perantara doa mereka kepada Tuhan. Mereka pun mulai menyembahnya.

Padahal, menurut Jongkie, pembuatan patung Cheng Ho oleh pemukim Cina bersama Juru Mudi Cheng Ho yang beragama Islam tidaklah ditujukan untuk menyembah laksamana besar itu. Patung Cheng Ho dibuat sebagai rasa penghormatan.

“Bukan untuk menyembah, tetapi hanya untuk menghormati. Sama halnya seperti kita membuat patung Soekarno, Sudirman. Namun, orang Cina salah kaprah. Berawal mengucap hajat dan terjadi, jadi salah kaprah,” ujarnya.

Bahkan, saat kawasan Simongan dikuasai Yahudi, warga Cina yang biasa menyembah Cheng Ho di Kelenteng Sam Poo Kong merasa kesulitan. Mereka pun akhirnya membuat patung baru Cheng Ho dan diletakkan di Kelenteng Tay Kak Sie.

Hingga kini, setiap tahun digelar arak-arakan Cheng Ho, sekitar akhir Juli atau Agustus. Kegiatan tersebut ditujukan untuk mengiring patung “tiruan” Cheng Ho di Tay Kak Sie menuju patung “asli” di Sam Poo Kong kemudian di bawa kembali ke Tay Kak Sie.

“Patung Cheng Ho yang baru dianggap kesaktiannya kurang. Sehingga, patung baru itu perlu dibawa ke Simongan. Menuju patung Cheng Ho, diambil beberapa abu, kemudian patung baru dibawa kembali ke Gang Lombok (Tay Kak Sie),” jelas Jongkie.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement