Senin 20 Aug 2012 19:35 WIB

Piagam Madinah, Sistem Kehidupan Masyarakat Pluralis (6-habis)

Rep: Nidia Zuraya/ Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: blogspot.com
Ilustrasi

Gencatan senjata

Dalam Perjanjian Hudaibiyah, pihak Muslim dan kaum musyrik Makkah menyetujui adanya gencatan senjata selama sepuluh tahun.

Selama itu, kedua belah pihak tidak diperbolehkan menyerang satu sama lain. Semua orang dijamin keamanannya.

Isi perjanjian tersebut juga mengatur hubungan antara kaum Muslim dan musyrik. Di antaranya, apabila ada pihak Quraisy yang menyeberang ke pihak Islam yang tidak memiliki izin walinya, ia harus dikembalikan kepada orang Quraisy.

Sebaliknya, bila ada pengikut Muhammad SAW (umat Islam) menyeberang ke pihak Quraisy, ia tidak akan dikembalikan kepada Muhammad SAW.

Selain itu, barang siapa yang hendak membuat perjanjian dengan Rasul SAW ataupun dengan pihak Quraisy dibolehkan.

Perjanjian tersebut juga menegaskan, jika kaum Muslim memasuki Kota Makkah, mereka tidak diperbolehkan membawa senjata, kecuali pedang di dalam sarungnya. Di samping itu, mereka juga tidak boleh tinggal di Makkah melebihi tiga hari tiga malam.

Mengetahui isi Perjanjian Hudaibiyah ini, banyak sahabat Rasul SAW protes karena merasa isinya sangat merugikan kaum Muslim. Namun, Rasulullah memiliki pandangan yang berbeda dengan sahabatnya.

Menurut Rasul SAW, orang yang menyeberang ke pihak Quraisy pasti orang murtad sehingga tidak ada gunanya dikembalikan kepada kaum Muslim.

Sementara itu, kaum Muslim yang tertindas di Makkah tidak perlu dikembalikan ke tengah-tengah kaum Muslim yang ada di Madinah karena Rasul yakin bahwa mereka tidak akan mudah dipaksa untuk pindah agama. Sebaliknya, mereka akan menyebarkan syiar Islam di Makkah.

Inilah salah satu bentuk toleransi dan penghormatan Islam terhadap umat lain yang berbeda keyakinan. Siapa yang mengkhianati peraturan tersebut, mereka harus siap menerima risikonya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement