Senin 11 Jun 2012 22:22 WIB

Fikih Muslimah: Bolehkah Salurkan Zakat ke Suami? (1)

Rep: Nashih Nashrullah / Red: Chairul Akhmad
Ilustrasi
Foto: Wordpress.com
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Penerima manfaat zakat (mustahik) telah ditentukan dalam Islam. Jumlah meraka disebutkan Alquran sebanyak delapan kelompok (ashnaf tsamaniyah).

Distribusi zakat, pada prinsipnya, harus mengacu pada kedelapan kelompok itu.

Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya zakat-zakat itu hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mualaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orangorang yang berutang untuk jalan Allah, dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS At-Taubah: 60).

Dalam praktiknya, kebutuhan memberikan dana zakat, terutama harta kekayaan, juga berlaku bagi keluarga tertentu.

Adakalanya, sebagian orang mendistribusikan zakat itu pada keluarganya sendiri, lebih spesifik zakat harta kekayaan yang ditunaikan oleh istri, diberikan untuk suami atau sebaliknya, sang suami menyalurkan dana zakat untuk istri. Lantas, bagaimana kajian fikih Islam menyikapi kedua kasus itu?

Menurut Imam Abu Hanifah, istri tidak diperbolehkan membayarkan zakat kekayaannya untuk suami. Dalam pandangan Syafi’i dan salah satu riwayat pendapat dari Imam Ahmad, istri boleh menyerahkan zakat bagi suaminya.

Sedangkan Imam Malik mengatakan, bila bagian zakat yang diberikan istri ke suami itu nantinya dipergunakan untuk menambah biaya menafkahi istri dan anaknya, maka hukum memberikan zakat tersebut bagi suami tidak diperbolehkan.

Sedangkan, jika harta itu peruntukkan tidak untuk menafkahi keluarga melainkan untuk dibelanjakan di sektor lain, maka sah hukumnya istri menyerahkan dana zakatnya untuk suami.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement