Jumat 13 Jan 2012 06:57 WIB

Inilah Keutamaan Saling Memaafkan

Suasana Idul Fitri di Uni Emirat Arab.
Foto: Gulf News
Suasana Idul Fitri di Uni Emirat Arab.

REPUBLIKA.CO.ID, Hidup memang tak luput dari kesalahan. Terkadang kita berbuat salah kepada orang lain, begitu juga sebaliknya.  Meminta maaf biasanya lebih mudah ketimbang memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain kepada kita. Memaafkan kesalahan yang dilakukan orang lain kerap kali  menjadi hal yang sangat sulit, namun sesungguhnya merupakan akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW.

Abu Bakar as-Shiddiq RA, sahabat terdekat Rasullah SAW, sempat bersumpah untuk tidak memaafkan kesalahan  Misthah bin Utsatsah dan tak lagi memberi nafkah kepadanya untuk selamanya, karena dianggap telah menuduh putri tercintanya, Aisyah RA, yang juga istri Rasulullan SAW, berzina.  Atas sikapnya yang tak mau memaafkan itu, maka turunlah firman Allah SWT dalam surah an-Nuur ayat 22.

''...Dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kalian tidak ingin Allah mengampuni kalian? Dan Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang.'' Setelah turun ayat itu, Abu Bakar kemudian berkata, ''Ya, demi Allah, sesungguhnya aku senang jika Allah mengampuniku.' Ia lalu kembali memberikan nafkah kepada Misthah seperti sebelumnya. Ia juga berkata, Demi Allah, aku tidak akan mencabut nafkah darinya.''

Sejarah juga mencatat betapa Rasulullah SAW berkali-kali mengalami penyiksaan, pengkhianatan, percobaan pembunuhan, dan serangkaian rangkaian rencana buruk dari kaum kafir.  Namun, Rasulullah SAW tidaklah dendam. Manusia berakhlak mulia itu justru memaafkan semua kesalahan yang dilakukan orang lain kepadanya.

Seperti diriwayatkan Anas RA,  suatu hari, seorang perempuan Yahudi mendatangi Rasulullah SAW, dengan membawakan daging kambing yang telah diberi racun. Nabi SAW pun memakan daging kambing itu. Akhirnya, terungkaplah bahwa daging kambing itu telah dibubuhi racun oleh wanita tersebut.

Rasulullah SAW pun bertanya, ''Mengapa engkau melakukan itu?'' Wanita Yahudi itu lalu berkata, ''Aku ingin membunuhmu.''  Nabi SAW bersabda, ''Allah tidak akan memberikan kemampuan kepadamu atasku.'' Lalu Anas RA berkata, ''Para sahabat berkata, 'biarkan kami membunuhnya!'  Rasulullah besabda, ''Jangan''. Anas menambahkan, 'Aku melihat sisa racun itu di langit-langit mulut Rasulullah SAW.'' (HR Bukhari dan Muslim).

Memaafkan merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan Rasulullah SAW kepada umatnya.  Abdullah al-Jadali berkata, ''Aku bertanya kepada Aisyah RA tentang akhlak Rasulullah SAW, lalu ia menjawab, 'Beliau bukanlah orang yang keji (dalam perkataan ataupun perbuatan), suka kekejian, suka berteriak di pasar-pasar atau membalas kejahatan dengan kejahatan, melainkan orang yang suka memaafkan.'' (HR Tirmidzi; hadis sahih).

Umat Islam diperintahkan untuk memaafkan kesalahan orang lain kepadanya. Rasulullah SAW  bersabda, ''Orang yang hebat bukanlah orang yang menang dalam pergulatan. Sesungguhnya orang yang hebat adalah orang yang (mampu) mengendalikan nafsunya ketika marah.  Memaafkan  dan mengampuni juga merupakan perbuatan yang diperintahkan Sang Khalik kepada umatnya.

Dalam surah al-A'raaf ayat 199, Allah SWT berfirman, ''Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.''  Pada surah al-Hijr ayat 85, Allah SWT kembali berfirman, ''Maka maafkanlah (mereka) dengan cara yang baik.''

Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk memaafkan orang-orang musyrik atas tindakan mereka menyakiti dan mendustakan beliau.  Sebab, Allah SWT sangat menyukai hamba-Nya yang berbuat kebajikan dan memaafkan. ''Tetapi orang yang bersabar dan memaafkan sesungguhnya (perbuatan) yang demikian itu termasuk hal-hal yang diutamakan.'' (QS: asy-Syuura; 43).

Menurut Syekh Mahmud al-Mishri dalam kitab Mausu'ah min Akhlaqir-Rasul, memaafkan adalah pintu terbesar menuju terciptanya rasa saling mencintai di antara sesama manusia. ''Jika orang lain mencerca kita, sebaiknya kita membalasnya dengan memberi maaf dan perkataan yang baik,'' ungkap Syekh al-Mishri.

Begitu juga ketika seorang berbuat jahat kepada kita, papar Syekh al-Mishri, seharusnya kita membalas dengan berbuat baik kepadanya.  Menurut dia, Allah SWT akan selalu memberikan pertolongan kepada kita selama memiliki sifat memaafkan dan kebaikan. Memaafkan adalah ciri orang-orang yang baik.

Allah SWT berfirman dalam surat  asy-Syuraa ayat 40, ''Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah...'' Semoga kita menjadi insan yang bisa  dan selalu ikhlas memaafkan kesalahan orang lain.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement