Kamis 16 Jun 2011 22:19 WIB

Sejarah Para Khalifah: Sulaiman Al-Qanuni, Sulaiman The Magnificent

Red: cr01
Ilustrasi
Foto: metmuseum.org
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Sultan Sulaiman Al-Qanuni merupakan negarawan Islam yang terulung di zamannya, dikagumi kawan dan lawan. Sultan Sulaiman berjaya menyebarkan Islam sehingga ke rantau Balkan di Eropa meliputi Hungaria, Belgrade, Austria, Benua Afrika, dan Teluk Persia.

Pada usia 7 tahun, ia telah dididik dengan ilmu kesusastraan, sains, sejarah, teologi, dan taktik ketentaraan di Istana Topkapi, Istanbul. Di Barat ia dikenal dengan sebutan Sulaiman The Magnificent (Sulaiman yang Hebat).

Sulaiman Al-Qanuni dilahirkan kota Trabzun. Saat itu ayahnya menjabat sebagai gubernur di wilayah tersebut. Ayahnya sangat peduli padanya. Perhatian inilah yang membuatnya tumbuh dalam suasana keilmuan yang dalam, menyenangi sastra, dekat dengan para ulama, sastrawan, dan para ahli fikih. Sejak muda dia dikenal sebagai sosok anak muda yang serius dan tenang menghadapi masalah.

Dia naik ke singgasana kekuasaan saat baru berusia 26 tahun (1520-1566 M). Sulaiman dikenal sebagai sosok yang sangat hati-hati dan tidak terburu-buru dalam semua tindakan yang akan ia lakukan. Sebelum mengambil tindakan apa pun, ia akan memikirkannya secara mendalam. Selanjutnya, dia tidak akan pernah menarik keputusan yang dia ambil.

Di awal-awal pemerintahannya, Sultan Sulaiman mendapat cobaan dengan adanya empat pemberontakan sekaligus. Tak syak lagi, pemberontakan ini membuat energinya terkuras, sehingga tidak mampu meneruskan gerakan jihad.

Para gubernur yang ambisius mengira, saat memerdekakan diri telah tiba. Pemberontakan pertama dilakukan oleh Jan Bardi Al-Ghazali, Gubernur Syam. Dia menyatakan memberontak pada pemerintahan Sultan Sulaiman dan terang-terangan berusaha menguasai Aleppo (Halb), Suriah.

Namun pemberontakannya gagal. Sultan Sulaiman langsung memerintahkan agar gerakan separatis segera dipadamkan, dan langsung berhasil dalam sekejap. Kepala pemberontak dipenggal dan dikirimkan ke Istanbul sebagai bukti.

Sedangkan pemberontakan kedua dilakukan oleh Ahmad Syah, sang pengkhianat di Mesir. Peristiwa ini terjadi pada 930 H/1524 M. Orang ini dikenal sangat tamak kekuasaan dan ingin memegang tampuk pimpinan. Namun aksinya tidak berhasil menuai apa pun.

Pada mulanya, ia meminta bantuan sultan agar dapat menduduki jabatan gubernur di Mesir. Sultan pun menobatkannya sebagai gubernur Mesir. Namun tatkala sampai di Mesir, dia berusaha menarik dukungan publik dan menyatakan diri sebagai sultan yang independen. Namun para ahli syariah dan pasukan khusus Utsmani dengan sigap melakukan pencegahan. Mereka membunuh Ahmad Syah. Dalam buku-buku sejarah dia dicatat sebagai pengkhianat.

Pembangkangan ketiga dilakukan oleh Syiah Rafidhah yang dipimpin oleh Bab Dzunnun pada 1526 M di wilayah Yuzaghad. Baba ini mengumpulkan sekitar 3.000 sampai 4.000 pemberontak dan mewajibkan pajak atas wilayah yang dikuasainya. Gerakan ini semakin lama semakin kuat, hingga berhasil mengalahkan beberapa komandan pasukan Utsmani yang berusaha memadamkan usaha mereka. Pemberontakan ini pun berakhir dengan terbunuhnya Baba, yang kemudian dipenggal kepalanya dan dikirim ke Istanbul.

Adapun pemberontakan keempat, juga dilakukan kalangan Syiah Rafidhah  yang dipimpin Qalandar Jalabi di dua wilayah; di Qawniyah dan Mar’asy. Jumlah pengikutnya berkisar 30.000 orang Syiah. Mereka melakukan kejahatan dengan membunuh orang-orang Sunni yang berada di dua wilayah tersebut. Sebagian ahli sejarah menyebutkan, Qalandar Jalabi mempunyai slogan bahwa siapa pun yang berhasil membunuh Muslim Sunni, berarti mendapatkan pahala yang paling besar.

Untuk menghadapi pemberontakan ini, maka dikirimlah Bahram Pasya, namun dia berhasil dibunuh oleh pasukan pemberontak. Namun pada akhirnya mereka bisa ditumpas, tatkala Ibrahim Pasya berhasil membujuk orang-orang Qalandar memihak padanya. Akhirnya kekuatannya dihancurkan dan Qalandar Jalabi pun berhasil dibunuh.

Setelah masalah dalam negerinya beres, Sultan Sulaiman segera mengatur siasat bagaimana melancarkan jihad ke Benua Eropa.

Ia mendapat gelar Al-Qanuni karena jasanya dalam mengkaji dan menyusun sistem undang-undang Kerajaan Turki Utsmani dan penerapannya secara teratur dan tanpa kompromi. Padahal kala itu keadaan masyarakat Islam mempunyai latar belakang dan sosio budaya yang berbeda.

sumber : Sejarah Para Khalifah karya Hepi Andi Bastoni
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement