Sabtu 26 May 2018 15:18 WIB

Muhammadiyah Perlu Dirikan Pusat Dakwah Generasi Milenial

Ada jarak dan proses pemahaman agama yang kosong dan tidak diisisi dengan dakwah.

Pengajian Ramadhan Pengurus Pusat Muhammadiyah, di kampus UMY Yogyakarta (25/5).  DR Iswandi Syahputra paling kanan.
Foto: Iswandisyahputra
Pengajian Ramadhan Pengurus Pusat Muhammadiyah, di kampus UMY Yogyakarta (25/5). DR Iswandi Syahputra paling kanan.

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Sebagai organisasi dakwah, Muhammadiyah dinilai perlu mengembangkan Pusat Dakwah untuk segmen generasi milenial. Hal tersebut dinilai mendesak karena tingginya aktivitas warganet dan semakin bertambahnya jumlah pengguna internet  di Indonesia berdampak pada perubahan pola interaksi antara masyarakat dan para da'i atau pendakwah agama Islam. 

"Organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah perlu meredisain strategi dakwahnya berbasis digital untuk segmen generasi milenial. Sebab, survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menunjukkan, setiap tahun pengguna internet terus meningkat.

Survey terbaru, saat ini pengguna internet sudah mencapai 143 juta atau 54% dari total penduduk Indonesia. Padahal tahun sebelumnya 132 juta. Dari jumlah tersebut rata-rata menghabiskan waktu untuk menggunakan internet 3 jam sehari. Selanjutnya 89% waktu tersebut digunakan untuk chating dan beraktivitas di media sosial,'' kata pengamat dan dosen Komunikasi UIN Sunan Kalijaga, Iswandi Syahputran pada acara Pengajian Ramadhan Pengurus Pusat Muhammadiyah, di kampus UMY Yogyakarta (25/5), melaluai rilis yang dikirimkan ke Republika.co.id.

Dijelaskannya, dalam sektor keagamaan, tingginya aktivitas warganet di media sosial dan besarnya pengguna internet pada era milenial tersebut dapat berdampak terjadinya penyimpangan pemahaman keagamaan seseorang."Genarasi milenial ini dapat ditandai dengan pola fikir merasa punya hak lebih tahu, suka dengan jalan pintas, dan serba tertarik dengan segala hal yang viral."

''Akibatnya, dengan mudah mereka bisa menemukan apa saja prihal agama yang ingin mereka ketahui melalui internet. Padahal, konten keagamaan di internet tidak sepenuhnya mengajarkan Islam yang rahmatan lil 'alamin. Internet juga  sering dipakai untuk menyebarkan ideologi tertentu berkedok agama. Dari sinilah mulai penyimpangan keagamaan itu terjadi. Jika dibiarkan, ini dapat mengarah pada berkembangnya paham radikalisme bahkan terorisme,'' kata Iswandi lagi.

Karena itu jelasnya, media sosial dan internet menjadi ruang yang sangat terbuka. Ini terutama untuk memperdebatkan, membenturkan, mempermainkan, bahkan menghina ajaran keagamaan. Dan ini menjelaskan mengapa ajaran Islam sering mendapat pelecehan di internet.

"Ada jarak dan proses pemahaman atau pengetahuan keagamaan  yang kosong dan tidak diisi oleh dakwah untuk kalangan mileneal berbasis internet atau media sosial tersebut, "tegasnya.

Pengajian Ramadhan yang diselenggarakan oleh Pengurus Pusat Muhammadiyah tersebut berlangsung selama tiga hari sejak Kamis (24/5) hingga Sabtu (26/5). Pengajian dihadiri oleh sekitar 400 peserta dari seluruh Pengurus Wilayah Muhammadiyah se-Indonesia dan utusan berbagai lembaga Muhammadiyah.

sumber : Rilis
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement