Jumat 25 May 2018 16:18 WIB

'Puasa Ramadhan Tumbuhkan Empati dan Solidaritas'

Puasa juga harus digunakan masyarakat untuk bersabar diri agar tak mudah terpancing

 Rektor UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada memberikan sambutan dalam acara peluncuran program dan website Pesantren Untuk Perdamaian di Jakarta, Selasa (30/6).
Foto: Republika/Prayogi
Rektor UIN Syarief Hidayatullah Jakarta Dede Rosyada memberikan sambutan dalam acara peluncuran program dan website Pesantren Untuk Perdamaian di Jakarta, Selasa (30/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Puasa Ramadhan dinilai bukan sekadar menahan haus dan lapar. Ibadah puasa sejatinya juga untuk melatih pengendalian diri dan merasakan penderitaan orang lain. Oleh karena itu puasa Ramadhan ini harus dimaknai untuk menumbuhkan empati untuk membangun solidaritas sosial yang kuat demi membangun Indonesia damai dan berdaulat agar terhindar dari bahaya radikalisme dan terorisme.

“Puasa Ramadhan adalah ibadah yang khas. Di bulan ini Allah punya banyak misi. Mulai dari peningkatan internal diri setiap muslim, bagaimana berhubungan dengan Allah agar hubungan ke atasnya terasa lebih baik dan bagaimana memupuk solidaritas sesama muslim. Puasa ini juga untuk memupuk kebersamaan terhadap orang-orang yang berbeda etnik, bahkan berbeda agama,” ujar Rektor Universita Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Dede Rosyada, Kamis (24/5).

Lebih lanjut Dede menjelaskan, di bulan Ramadhan ini Allah juga memerintahkan kepada umatnya  untuk lebih banyak beribadah dengan sedekah dengan memberikan sesuatu kepada orang lain. Karena pada hakekatnya, Allah melalui Rasullulah, sedang melatih umatnya agar bisa membangun empati, kasih sayang dan membangun solidaritas kepada orang lain. Yang mana kasih sayang tersebut dimensinya akan sangat luas, tidak sekadar dimensi konsumtif yakni dimensi kehidupan sosial, dimensi ekonomi, dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Saya kira puasa ini salah satu yang sangat strategis bagi umat Islam untuk mencoba menghayati betul makna dari puasa ini untuk membangun bangsa ini lebih besar melalui  kebersamaan, apakah orang itu satu agama atau berbeda agama. Ini merupakan bagian yang dibina melalui ibadah puasa ini,” ujarnya.

Lalu  di akhir Ramadhan menurutnya, Allah telah memerintahkan kepada umatnya untuk membayarkan zakat fitrah untuk membersihkan diri juga untuk memberikan makan kepada orang orang miskin. Dengan demikian, sebenarnya bagian dari proses ibadah puasa ini salah satunya adalah bagaimana membangun solidaritas sesama muslim dan dengan orang-orang yang berbeda agama sekalipun,” ujar peraih gelar Doktoral dari McGill University, Kanada ini.

Menurutnya, puasa juga harus digunakan masyarakat untuk bersabar diri agar tidak mudah terpancing terhadap aksi-aksi negatif seperti ujaran kebencian (hate speech) dan berita bohong (hoaks). Apalagi akhir-akhir ini bangsa Indonesia diguncang dengan beberapa aksi terorisme.

“Tidak hanya bersabar diri, tapi juga menolak terorisme. Walaupun seringkali aksi tersebut menggunakan simbol-simbol agama ketika melakukan aksi terornya, baik dari segi pakaian, ucapan, lafal dan sebagainya. Tapi aksi itu sendiri bukanlah agama  dan tidak menjadi bagian dari perintah agama,” katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement