Kamis 24 May 2018 18:13 WIB

Kemenag Diminta Setop Keluarkan Rilis Nama-Nama Mubaligh

Hal itu dapat munculkan prasangka, baik nama yang ada di rilis maupun yang tidak ada.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Andi Nur Aminah
Yandri Susanto
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Yandri Susanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi VIII DPR menggelar rapat kerja dengan Kementerian Agama (Kemenag). Salah satu yang dibahas dalam rapat tersebut adalah isu-isu aktual, termasuk terkait isu rilis 200 mubaligh (penceramah) yang dikeluarkan Kemenag belum lama ini menjadi pro dan kontra di tengah masyarakat.

Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, rilis tersebut dikeluarkan berdasarkan permintaan dari masyarakat, baik perseorangan maupun kelembagaan, terkait nama-nama penceramah yang direkomendasikan oleh Kemenag. Karena banyaknya permintaan yang masuk jelang Ramadhan, Kemenag mengaku tidak mampu lagi melayani permintaan tersebut.

"Itulah mengapa kemudian dalam rangka melayani permintaan masyarakat maka kami menghubungi sejumlah ormas Islam, menghubungi seluruh takmir masjid yang ada, dan menghubungi sejumlah kiai dan ulama yang kami mintai siapa penceramah yang selama ini sering digunakan oleh mereka. Itulah lalu kemudian kami menghimpun ada nama 200 itu," ungkap Lukman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

Lukman menjelaskan, adanya rilis 200 nama itu sesungguhnya tidak terpisahkan dari pemberitaan sebelumnya yang dibuat oleh Kemenag. Dalam pemberitaan tersebut diketahui berisi tentang latar belakang bagaimana proses mendapatkan nama-nama itu. "Kami jelaskan bahwa sifat rilis ini hakikatnya adalah sementara, ini adalah tahap pertama yang karenanya akan terus mengalami updating, perubahan, penyempurnaan seiring dengan masuknya masukan dari ormas Islam dan pihak lain," katanya menjelaskan.

 

Menanggapi hal tersebut, anggota Komisi VIII, Yandri Susanto, meminta Kemenag untuk tidak lagi mengeluarkan nama-nama penceramah yang direkomendasikan oleh Kemenag. Menurut dia, hal itu dapat memunculkan prasangka, baik nama yang ada di rilis maupun nama yang tidak ada di rilis.

"Kalau ini dilanjutkan, saya khawatir stigma di masyarakat itu nanti terbelah. Ini diakui, yang itu tidak diakui," kata Yandri di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (24/5).

Yandri pun memuji langkah Menteri Agama Lukman Hakim Saifudfin yang telah meminta maaf atas kebijakan yang ia keluarkan. Namun, jika dilanjutkan, dia menilai hal tersebut dirasa tidak elok. Sebab, banyak ulama yang tidak ingin namanya disebut. "Kalau sekarang Kemenag menjadi lembaga super power yang mengatakan ini ulama ini bukan ulama, saya rasa itu keliru dan bisa memecah belah kita semua," kata Yandri.

Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang. Dasopang menilai alasan Menag dalam mengeluarkan kebijakan tersebut dinilai tidak bisa diterima. Ia menduga ada soal lain di luar alasan itu. Salah satunya adalah adanya dugaan mubaligh yang tidak pro NKRI. "Kalau itu yang jadi alasan, bukan hanya ceroboh, tapi bahaya. Ketika namanya tidak masuk, yang tidak masuk dicurigai. Bagi yang masuk dicurigai juga, kira-kira amplopnya berapa," kata politikus PKB itu.

Ia pun menyarankan Kemenag untuk berkoordinasi dengan organisasi masyarakat (ormas) Islam berbasis keagamaan, seperti Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), dan MUI. Menurut dia, organisasi keagamaan itulah yang nantinya akan mencari nama-nama dari parameter yang ditetapkan Kemenag. "Andaikan terjadi kalau ranahnya radikal, serahkan BNPT. Kalau dia pidana, serahkan polisi, selesai," katanya.

Sementara itu, wakil ketua Komisi VIII lainnya, Ace Hasan Syadzily, juga meminta Kemenag untuk memosisikan diri sebagai pembina yang memfasilitasi kehidupan agama yang rukun. "Ketika Kemenag sudah keluarkan rilis, fungsi Kemenag menjadi terdegradasi. Kemenag tiba-tiba menjadi EO (event organizer--Red) mubaligh-mubaligh. Saya khawatir begitu kesannya," katanya mencemaskan.

Oleh karena itu, senada dengan Dasopang, Ace juga menyarankan kepada Kemenag untuk menyerahkan kepada ormas Islam. "Apakah tidak sebaiknya soal nama-nama orang dari para dai itu diserahkan pada mereka (ormas Islam) dalam konteksi ini tidak hanya agama Islam, tapi agama lain. Nanti kalau enggak begitu, mana list buat Kristen, mana list buat Hindu," tutur politikus Partai Golkar tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement