Rabu 23 May 2018 13:37 WIB

Penambahan Nama Mubaligh tak Menyelesaikan Masalah

Seharusnya Kemenag cukup mengeluarkan pedoman cara penyampaian dakwah yang baik.

Rep: Amri Amrullah/ Red: Andi Nur Aminah
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ali Taher Parasong.
Foto: DPR RI
Ketua Komisi VIII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Ali Taher Parasong.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII DPR RI Ali Taher meminta Kementerian Agama (Kemenag) mempertimbangkan kembali penambahan nama-nama mubaligh dari 200 daftar yang telah dikeluarkan. Ali menilai penambahan nama-nama mubaligh ini tidak menyelesaikan polemik di masyarakat.

"Sebelumnya saya telah meminta daftar 200 nama mubaligh itu dicabut, bukan menambah daftar nama-nama mubaligh. Karena menambah daftar nama-nama mubaligh justru tidak menyelesaikan masalah," kata Ali kepada wartawan, Rabu (23/5).

Menurut Ali, seharusnya Kemenag cukup mengeluarkan pedoman cara penyampaian dakwah yang baik bagi para mubaligh sesuai kriteria dan persyaratan Kemenag. Pedoman itu agar bagaimana para mubaligh menyampaikan Islam yang moderat dan mengedepankan nilai-nilai toleransi dan kebangsaan. "Sehingga, tidak perlu mengeluarkan daftar nama-nama yang justru menimbulkan pro dan kontra di masyarakat," kata Ali menambahkan.

Baca: Menag Temui MUI Bicarakan tentang 200 Nama Mubaligh

Usulannya soal pencabutan nama-nama mubaligh ini juga telah ia sampaikan ke Kemenag. Tujuan pencabutan daftar nama-nama mubaligh ini untuk mempertimbangkan pembahasan bersama antara Kemenag, Majelis Ulama Indonesia (MUI), dan Komisi VIII yang membidangi bidang keagamaan.

Polemik daftar mubaligh Kemenag ini, menurut dia, karena minimnya komunikasi Kemenag dengan lembaga terkait, seperti MUI, ormas Islam, dan Komisi VIII. Pencabutan daftar nama mubaligh dan pembahasan bersama antarlembaga berwenang dinilai akan meminimalisasi polemik yang terjadi di masyarakat. "Maka, penambahan nama-nama mubaligh tersebut tidak diperlukan. Karena justru akan menambah polemik di masyarakat," kata politisi PAN ini menegaskan.

Ketua Umum Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) Mohammad Siddik mengungkapkan hal yang senada. Menurut dia, lebih bijak bagi Kemenag untuk mencabut daftar 200 mubaligh daripada menambah nama-nama dalam daftar tersebut.

Penambahan daftar nama-nama mubaligh dari 200 nama yang sudah ada, menurut Siddik, justru akan membuat garis pemisah antara para mubaligh yang masuk dalam daftar dan yang tidak. "Apalagi akan ada kesan mereka yang masuk dalam daftar seolah-olah mereka mubaligh yang pro pemerintah, padahal tidak seperti itu," kata Siddik.

Walaupun ada beberapa mubaligh dari DDII yang masuk dalam daftar Kemenag, Siddik berpesan sudah seharusnya mubaligh tetap mengingatkan para umara atau pemimpin bila ada kesalahan. "Mengingatkan umara itu juga tugas mubaligh, bukan membenarkan apa pun yang dilakukan umara," ujarnya.

Karena itu, alih-alih menambah daftar, DDII berharap Kemenag mencabut daftar nama-nama mubaligh yang sudah dipahamkan masyarakat sebagai dai "pelat merah" tersebut. Hal tersebut bertujuan agar persepsi dan prasangka yang berkembang di masyarakat dan para mubaligh dapat dihentikan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement