Senin 21 May 2018 14:48 WIB

Majelis Tabligh PP Muhammadiyah Nilai Kemenag tak Peka

Kapasitas seorang mubaligh tidak semata-mata bersifat struktural tapi juga kultural.

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Andi Nur Aminah
Mubaligh
Mubaligh

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berbagai suara menyayangkan rilis Kementerian Agama (Kemenag) terus bermunculan. Seperti diketahui, Kemenag telah mengumumkan rekomendasi daftar nama-nama mubaligh pada Jumat (18/5) lalu.

Menurut Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah, Fathurrahman Kamal, rekomendasi tersebut sulit dipisahkan dari ranah politik. Kesan yang muncul kemudian adalah Kemenag telah membuat garis pembatas antara para penceramah yang “bersama” dan “tidak bersama” pemerintah. Dalam kondisi sekarang, lanjut dia, pemerintah seharusnya lebih berempati terhadap umat Islam yang sedang mengalami imbas buruk dari peristiwa-peristiwa belakangan ini, semisal terorisme yang membawa-bawa simbol agama.

“Inilah yang dicurigai publik sebagai politik belah bambu di ranah keagamaan. Rilis tersebut menunjukkan Kementerian Agama tidak memiliki kepekaan yang baik dan memadai untuk menyelami suasana emosi dan perasaan umat Islam yang terus terpojokkan dalam kasus-kasus berskala ‘luar biasa’, semacam tindakan teror bom di Surabaya dan Sidoarjo beberapa waktu lalu,” kata Fathurrahman Kamal dalam keterangan tertulisnya, Senin (21/5).

Baca Juga: Menag: 200 Nama Mubaligh Bukan Motif Politik

Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) ini juga menilai Kemenag telah mengabaikan aspek kearifan lokal. Dia menegaskan, kapasitas seorang mubaligh tidak semata-mata bersifat struktural, melainkan juga kultural di tengah masyarakat. Fathurrahman Kamal menegaskan bahwa menjadi seorang ulama lebih merupakan anugerah langit (mawhibah), alih-alih tuntutan profesional akademis.

“Tentu kompetensi spiritual dan pengakuan kultural tersebut tak dapat diwakili oleh selembar ijazah, apalagi sekedar SK (surat keputusan) maupun rekomendasi. Sebab itu, biarlah masyarakat dewasa dalam keberagamaannya secara alamiah, tak perlu ada intervensi berlebih dari pemerintah,” ujarnya.

Rekomendasi dari Kemenag sudah terlanjur beredar luas di tengah kaum Muslimin Indonesia. Untuk itu, Fathurrahman Kamal mengimbau pemerintah agar menyelesaikan kegaduhan yang ditimbulkan rekomendasi tersebut. Caranya dengan mengadakan dialog interaktif dengan seluruh elemen umat Islam, terutama ormas-ormas besar dan Majelis Ulama Indonesia (MUI). Sejauh ini, Menteri Agama masih melakukan monolog yang terkesan panik.

“Jika visi dan pandangan kebangsaan para ulama atau muballigh dipandang tidak atau belum memadai standar Kementerian Agama, misalnya, Majelis Tabligh PP Muhammadiyah siap bekerja sama dengan Kemenag untuk menyelenggarakan semacam rembuk muballigh nasional tentang visi kebangsaan ini,” cetus dia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement