Ahad 20 May 2018 13:20 WIB

Kemenag Diminta Buat Daftar Penceramah Non-Muslim

Daftar 200 nama mubaligh yang direkomendasikan oleh Kemenag menimbulkan kegaduhan

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Nidia Zuraya
Ustaz Bachtiar Nasir berceramah di Lapang Kerkof, Garut, Jawa Barat, Sabtu (11/11) dalam kegiatan Tabligh Akbar.
Foto: Republika/Rizky suryarandika
Ustaz Bachtiar Nasir berceramah di Lapang Kerkof, Garut, Jawa Barat, Sabtu (11/11) dalam kegiatan Tabligh Akbar.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Agama (Kemenag) telah membuat rekomendasi berupa 200 nama mubaligh se-Indonesia. Namun, daftar versi pemerintah itu belakangan telah menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.

Hal itu dibenarkan pimpinan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU). Wakil Sekjen PBNU, Masduki Baidlowi, menilai cara Kemenag yang mengumumkan nama-nama mubaligh justru kontraproduktif bagi masyarakat, khususnya kaum Muslim.

Menurutnya, kebijakan ini dapat menimbulkan sinisme sebagian publik. “Itu kan kontraproduktif jadinya. Ada yang bilang, yang masuk itu ‘plat merah’, yang tidak masuk, bukan (pro-pemerintah). Itu menjadi kontraproduktif. Banyak juga di antara 200 nama itu yang mengkritik pemerintah,” kata Masduki Baidlowi saat dihubungi Republika, Ahad (20/5).

Apalagi, kata dia, ormas-ormas Islam tidak cukup dilibatkan dalam menyusun daftar rekomendasi tersebut. Baidlowi mengungkapkan, pihak Kemenag hanya meminta pendapat PBNU secara lisan terkait dengan kebijakan ini.

 

Menurutnya, sebagian besar parameter yang ditetapkan Kemenag cenderung bersifat relatif. Seperti diketahui, ada tiga ciri-ciri agar seorang mubaligh dapat masuk ke dalam daftar rekomendasi Kemenag.

Kriteria pertama, mubaligh yang dimaksud harus memiliki pengetahuan yang mumpuni tentang agama Islam. Kriteria kedua, mubaligh tersebut memiliki reputasi yang baik di tengah masyarakat Indonesia. Kriteria terakhir, mubaligh tersebut berkomitmen kebangsaan.

Kriteria pertama, ungkap Baidlowi, masih bisa diperdebatkan. Karena, menurutnya, untuk menjadi seorang dai seseorang tidak memerlukan gelar akademis tertentu atau bukti-bukti tertulis yang diakui resmi.

Namun, lanjut dia, kriteria kedua tidak dapat digeneralisasi. Menurutnya, seorang dai mungkin saja dicintai pengikutnya di satu daerah tetapi di daerah lain kurang begitu dikenal.

"Kriteria ketiga tentang komitmen kebangsaan mungkin masih dapat diandalkan," ujarnya.

Saat ini, diakui Baidlowi, masyarakat mulai resah dengan penceramah-penceramah yang mengajarkan kebencian terhadap Tanah Air serta menganjurkan kekerasan atas nama agama. Kelompok-kelompok teroris, lanjut dia, kerap mendapatkan inspirasi dari para penceramah semacam itu.

Karenanya, Kemenag diharapkan cepat tanggap untuk melindungi masyarakat dari bahaya ekstremisme. “Kriteria ketiga itulah yang terpenting. Memang banyak dirasakan masyarakat, resah terhadap mubaligh-mubaligh yang isi materi ceramahnya tidak sejalan dengan pemahaman keislaman dan kebangsaan umumnya di negeri ini. Kriteria ketiga ini yang mungkin sebenarnya dijadikan patokan oleh Kemenag,” jelas dia.

Ia juga mengimbau Kemenag bersikap adil. Menurut Baidlowi, ekstremisme bukan hanya persoalan yang ada di dalam kaum Muslimin, melainkan juga umat agama-agama lain.

Karena itu, ia menyarankan daftar rekomendasi semestinya juga disusun untuk para penceramah dari kalangan Kristen, Katolik, Hindu, Buddha, dan Konghucu. “Agama-agama lainnya juga (dibuatkan daftar rekomendasi penceramah --Red). Karena, kelompok-kelompok ekstrem juga ada di umat-umat lain di luar Islam,” ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement