Rabu 25 Apr 2018 12:24 WIB

Perjalanan Menembus Langit

Miraj intinya adalah Shalat.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agung Sasongko
Langit malam (ilustrasi).
Foto: funfurl.com
Langit malam (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sesampainya di Masjidil Aqsha, Rasulullah melakukan shalat dua rakaat dan makmumnya adalah para nabi sebelumnya. Isra' Mi'raj merupakan suatu peristiwa luar biasa dalam Islam.

Dalam peristiwa tersebut, Nabi Muhammad melakukan per- jalanan satu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha lalu dilanjutkan ke Sidratul Muntaha untuk bertemu dengan Allah SWT.

Perjalanan itu pun tidak sekadar perjalanan biasa. Dari situ, Rasulullah SAW mendapatkan perintah dari Allah tentang shalat lima waktu.Karenanya Isra Mi'raj juga perjalanan spiritual.

Syekh Muhammad Al Farabi dalam majelis ilmu Dialog Lepas Isya' (D'lisya) dengan tema Perjalanan Menembus Langit di Masjid Agung Al Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (13/4), menjelaskan tentang peristiwa Isra Mi'raj.

Ia juga mengungkap makna dari perjalanan tersebut. "Ini perjalanan tidak biasa, tak lazim yang diberikan Allah ke pada nabi,"ujar Al Farabi membuka dialog.

Sebelum peristiwa perjalanan tersebut terjadi, menurut Al Farabi, Rasulullah sedang dilanda kesedihan.Ketika itu, ia kehilangan dua orang yang disayanginya, yaitu Abu Thalib dan Siti Kha dijah karena meninggal dunia.

Abu Thalib merupakan orang yang selalu pasang badan ketika Rasulullah mendapatkan serangan.Pada tahun yang sama, Siti Khadijah, istri yang dicintainya pun wafat.Untuk menghibur diri, Rasulullah pergi ke Thaif sekaligus berdakwah.

Al Farabi mengatakan, sebelum melakukan perjalanan luar biasa tersebut, Rasulullah didatangi oleh Malaikat Jibril ketika sedang tidur.Jibril kemudian membangunkannya lalu membedah jasad Rasulullah.

Menurut Al Farabi, pembeda- han jasad tersebut sebagai persi- apan melakukan perjalanan cepat dan mulia menghadap kepada Allah. Setelah selesai, Rasulullah berangkat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha.

Sesampainya di Masjidil Aqsha, Rasulullah melakukan shalat dua rakaat dan makmumnya adalah para nabi sebelumnya.Selesai shalat, Malaikat Jibril meminta Rasulullah memilih antara susu atau arak. Nabi pun memilih susu.

Dipilihnya susu, kata Al Farabi, menandakan Rasulullah adalah manusia yang paling sem- purna di antara manusia lainnya.

Setelah itu, lanjut Al Farabi, Rasulullah melakukan Mi'raj atau perjalanan ke langit untuk bertemu dengan Allah.Pada langit yang pertama, Rasulullah disambut oleh Nabi Adam, langit kedua Nabi Yahya dan Isa.

Sampai di langit ketiga, Rasulullah bertemu dengan Nabi Yusuf. Sedangkan, di langit keempat bertemu dengan Nabi Idris. Pada langit kelima Nabi Muhammad SAW bertemu dengan Nabi Harun dan Nabi Musa pada langit keenam.

"Musa menangis karena melihat Nabi Muhammad lebih hebat darinya,"

kata Al Farabi.

Pada langit ketujuh, Ra sulullah bertemu dengan Nabi Ibrahim. Setelah itu, ketika Rasulullah akan bertemu dengan Allah, Malaikat Jibril tidak lagi bisa menemani.

Nabi bisa karena ada nur.

Di Sidratul Muntaha nabi diberikan perkara besar, yaitu shalat, kata Al Farabi menambahkan.

Perintah shalat yang diberikan Allah kepada Rasulullah saat itu awalnya 50 kali shalat.

Namun, Rasulullah bernegoisasi dengan Allah agar tidak sampai 50.

Allah kemudian memerintahkan umat Rasulullah melaksanakan shalat sebanyak lima waktu.

Oleh sebab itu, Al Farabi meng ajak umat Islam untuk tidak meninggalkan shalat.

Pasalnya, shalat merupakan perintah pertama dari Allah kepada Rasulullah untuk umatnya.Shalat juga ibadah pertama yang akan ditanyakan pada hari kiamat nanti.

"Mi'raj intinya shalat, kata Al Farabi.

Umat Islam, tuturnya, harus tidak bermain-main dengan shalat.

Al Farabi mengajak agar shalat tidak hanya dijadikan sebagai rutinitas, tapi juga harus lebih khusyuk sehingga berdampak ter hadap kehidupan sehari-harinya.

Al Farabi menjelaskan, Allah akan mengecam bagi mereka yang hanya melaksanakan salat sebagai rutinitas.

Allah akan mengecam mereka yang lalai terhadap salatnya serta masih melakukan hal yang dilarang seperi memakan riba.

Shalat yang dijalankan harus berkualitas.

Dengan kualitas salat, diyakini turut serta menyam- paikan nilai-nilai keislaman dengan baik.

Karena Islam bukan sekuler.

Bagaimana kita khusyuk.

Karena yang diminta bukan ha nya fisik, melainkan juga batin.

Nan ti akan mendapatkan kebahagiaan, kata dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement