Senin 23 Apr 2018 11:24 WIB

Ponpes Pabelan, Markas Pendukung Utama Perjuangan Diponegoro

Perjuangan Diponegoro kerap memberi inspirasi dan menjadi motivasi para santri.

Rep: Wahyu Suryana/ Red: Agus Yulianto
Pangeran Diponegoro
Pangeran Diponegoro

REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Pondok Pesantren (Ponpes) Pabelan yang ada di Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, memiliki sejarah penting bagi kemerdekaan Indonesia. Tempat inilah yang menjadi markas pendukung utama perjuangan Pangeran Diponegoro melawan penjajahan Belanda.

 

Sekilas, Ponpes Pabelan memang memiliki tampilan fisik yang tidak berbeda jauh dari pondok-pondok lain. Aktivitas keseharian santri-santrinya juga terbilang sama dengan pondok-pondok pesantren modern.

 

Namun, jika dilihat secara saksama, sebagian bangunan-bangunannya tampak bukan berasal dari generasi 1990, apalagi 2000. Masih tampak pula elemen-elemen lalu, seperti lonceng dan jam matahari, yang ada di samping masjidnya.

 

Setelah ditelisik, ternyata Ponpes Pabelan telah lahir jauh sebelum 28 Agustus 1965, seperti yang banyak orang tahu. Ternyata, itu hanya kebangkitan ketiga karena Ponpes Pabelan tercatat sudah berdiri sejak 1800-an.

 

Pengasuh Ponpes Pabelan, KH Ahmad Najib Amin Hamam, mengatakan, Masjid Ponpes Pabelan sudah didirikan sejak 1820 oleh KH Muhammad Ali pertama. Masjid inilah yang oleh pendiri Ponpes Pabelan, KH Hamam Dja'far, dijadikan sebagai bangunan ponpes pertama.

 

"Dan seperti diketahui, 1825 ada Perang Diponegoro, dan Kiai Muhammad Ali serta santrinya aktif membela Diponegoro melawan Belanda. Nah, membela itu jadi pembelaan, Pabelan. Sejak saat itu tempat ini Pabelan," kata Najib.

photo
Pangeran Diponegoro naik kuda, mengenakan jubah da surban, ketika beristirahat bersama pasukannay di tepisan sungai Progo, pada penghujung tahun 1830.

 

KH Hamam Dja'far mendirikan Ponpes Pabelan dalam usia yang terbilang sangat muda, yaitu 25 tahun. Saat itu, jumlah santrinya hanya 35 orang yang terdiri atas 19 pria dan 16 wanita.

 

Menelisik hubungan Ponpes Pabelan dan Pangeran Diponegoro, ternyata ini merupakan tempat pendukung utama Dipongoro, Kiai Mojo, bermarkas. Saat ini, sekitar 200 meter dari pondok ada satu kebun bernama Kebun Mojo, yang dikenal masyarakat sebagai markas utama Kiai Mojo.

 

Jarak yang sangat dekat dan tujuan yang bisa dibilang sama, akhirnya santri dipimpin Kiai Muhammad Ali bergabung mendukung Diponegoro melawan Belanda. Masjid Ponpes Pabelan sering pula didatangi Diponegoro untuk shalat karena terbatasnya pergerakan kala itu.

 

"Dan, saya punya peta (dari Arsip Nasional) 1800 sekian. Pabelan itu oleh Belanda sudah ditandai besar, mungkin daerah pemberontak," ujar Najib.

photo
Pondok Pesantren Pabelan di Desa Pabelan, Kecamatan Mungkid, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah.

 

Peta itu dibuat oleh Yosodipuro, tokoh dari Kasunanan Surakarta, yang menunjukkan titik-titik merah yang tampak seperti target operasi. Pabelan menjadi salah satu yang ditandai merah di peta tersebut.

 

Bagi Najib, sosok Diponegoro merupakan santri pejuang, yang sosoknya senantiasa diceritakan pula kepada santri-santri. Perjuangannya kerap memberi inspirasi dan menjadi motivasi berjuang bagi santri-santri.

 

"Kepada anak-anak, kita ceritakan semangat perjuangan itu yang harus kita tiru," kata Najib.

 

Terlebih, perjuangan yang dilakukan Pangeran Diponegoro dan santri-santri kala itu melawan Belanda yang persenjataannya jauh lebih lengkap. Sementara itu, santri-santri hanya menggunakan bambu runcing.

 

Namun, terselip cerita lucu tentang cara kiai-kiai kala itu mengobarkan semangat santri. Selain mengingatkan adanya rahmat Allah SWT, kiai-kiai Ponpes Pabelan kerap menerangkan kalau Belanda sudah gila.

 

"Ada banyak kiai untuk mengobarkan semangat santri itu bilang, 'jangan takut, Allah bersama kita dan Belanda sudah gila. Masa di tanah mereka berenang. Masa kita kalah sama orang gila,'" ujar Najib yang sebenarnya memosisikan pasukan Belanda yang sedang tiarap.

 

Selain itu, ungkapan tidak waras disematkan pula kepada pasukan Belanda yang mengemudikan kendaraan melewati kebun-kebun, padahal ada jalan. Semua itu dilakukan demi mengobarkan semangat perjuangan para santri.

 

Waktu berlalu, sejarah menjadi kenangan yang selalu menarik untuk diceritakan. Kini, Ponpes Pabelan menjelma menjadi pondok modern yang santrinya berasal dari penjuru Tanah Air. Lulusan-lulusannya menjadi pembesar bangsa Indonesia. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement