Sabtu 07 Apr 2018 13:00 WIB

Menlu Retno Dukung Aksi Kemanusiaan ACT di Suriah

Diplomasi kemanusiaan jadi diplomasi inti dalam politik luar negeri Indonesia.

Kunjungan pimpinan ACT disambut baik oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Direktur Timur Tengah Sunarko, dan Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Salman Al Farisi.
Foto: ACT
Kunjungan pimpinan ACT disambut baik oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Direktur Timur Tengah Sunarko, dan Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Salman Al Farisi.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membangun sinergi menjadi langkah utama Aksi Cepat Tanggap (ACT) dalam meluaskan aksi kemanusiaan baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Seluruh elemen bangsa dilibatkan, mulai dari publik, swasta, hingga pemerintah. Kolaborasi dengan pemerintah pun kembali terjalin. ACT memperkuat sinergi kemanusiaan dengan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI dalam lawatannya di kantor Kemenlu, Kamis (5/4) lalu.

Kunjungan pimpinan ACT disambut baik oleh Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi, Direktur Timur Tengah Sunarko, dan Staf Ahli Bidang Hubungan Kelembagaan Salman Al Farisi. Ikhtiar dalam mempererat sinergi antara publik dan pemerintah ini, menurut Menlu Retno, sebagai jalan diplomasi kemanusiaan.

Diplomasi kemanusiaan menjadi diplomasi inti dalam konteks politik luar negeri Indonesia, selain diplomasi perdamaian. Dua diplomasi inti ini menjadi keunggulan Indonesia di antara bangsa lainnya. Jika dalam diplomasi perdamaian Indonesia berusaha menjembatani negara-negara berkonflik, diplomasi kemanusiaan berusaha membantu para korban krisis kemanusiaan.

Menlu Retno menekankan bagaimana diplomasi kemanusiaan Indonesia tidak terbatas pada peran pemerintah. Diplomasi kemanusiaan melibatkan peran seluruh elemen bangsa.

“Makanya kata ‘diplomasi’ tidak berarti yang menjalankannya hanya orang yang berprofesi sebagai diplomat, tapi juga seluruh anak bangsa. Sehingga, diplomasi kemanusiaan itu dapat terwujud dengan baik apabila kita semua bersinergi bersama,” jelas Retno.

Sebagai elemen pemerintah, sinergi dengan unsur masyarakat, termasuk ACT, mampu memperluas jalan diplomasi kemanusiaan yang ada. Apalagi saat ini, di mana krisis kemanusiaan dan bencana muncul silih berganti.

“Dan kami melihat ACT selalu hadir dalam merespons bencana dan krisis kemanusiaan, seperti ‘di mana ada musibah, di situ ada ACT’. Jadi, tentunya kami ingin untuk mempertebal sinergi ini,” ungkap Menlu Retno diselingi tawa.

Menlu Retno berharap, sinergi yang kuat ini dapat terjalin antara Kemenlu RI dan ACT, sebagai lembaga kemanusiaan yang menjadi wadah kepedulian masyarakat Indonesia. Menlu mengapresiasi langkah-langkah dan bantuan-bantuan yang sudah disampaikan oleh ACT ke dalam negeri serta berbagai penjuru dunia. Harapannya ke depan Indonesia akan lebih memperkuat sinergi antara pemerintah dengan kegiatan-kegiatan ACT.

"Sehingga, sekali lagi kepedulian Indonesia terhadap masalah-masalah kemanusiaan akan lebih besar lagi dan bermanfaat bagi yang membutuhkan,” tutup Menlu.

photo
ACT berdiskusi dengan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

Kontinuitas ACT dalam membersamai korban bencana kemanusiaan dan alam tidak luput dari kecepatan respons. Begitu pula dengan spirit kemanusiaan yang selalu dinyalakan ketika beragam aksi kemanusiaan dijalankan. Hal ini disampaikan oleh Presiden ACT Ahyudin, di sela diskusi ringan bersama Menlu Retno dan jajarannya.

Kecepatan dan pemberdayaan masyarakat lokal, menurut Ahyudin, juga sudah menjadi karakter ACT dalam setiap misi kemanusiaan yang dilakukan. Program Kapal Kemanusiaan misalnya.

"Alhamdulillah, ribuan ton beras dari petani Indonesia dapat terkumpul dalam waktu singkat ketika panen raya. Kami membeli beras mereka, mengajak mereka untuk turut serta menyiapkan berasnya. Lalu beras-beras tersebut juga dilayarkan oleh perusahaan kapal logistik milik anak negeri menuju Somalia, Bangladesh, Palestina, dan Insyaallah Suriah. Semua dilakukan dalam durasi yang cepat agar bantuan lekas diterima korban krisis kemanusiaan,” ungkap Ahyudin seperti dalam siaran persnya.

Ketika bantuan-bantuan tersebut tiba di negara yang mengalami krisis kemanusiaan, lanjut Ahyudin, nama dan bendera Indonesia menyertai itu semua. Misalnya saja saat beras Indonesia masuk ke Gaza, bendera Indonesia mendominasi iring-iringan kontainer yang membawa beras dari bangsa Indonesia. Begitu pula dengan program Indonesia Humanitarian Center yang berpusat di Reyhanli, Turki.

“Program tersebut tidak semata-mata dijalankan oleh ACT, namun juga seluruh elemen bangsa yang telah berpartisipasi dalam penyediaan pangan untuk pengungsi Suriah. Inilah kepedulian bangsa Indonesia,” imbuh Ahyudin.

Bantuan-bantuan yang disampaikan secara berkesinambungan merupakan bentuk solusi jangka panjang bagi para korban krisis kemanusiaan. Hal ini tentunya bisa terlaksana dengan kolaborasi yang kuat dari berbagai pihak, baik pemerintah maupun masyarakat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement