Kamis 29 Mar 2018 12:39 WIB

Penyegar Keimanan

Santri Indonesia sudah tak asing dengan kitab satu ini, Qathrul Ghais.

Rep: Erdy Nasrul/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Kitab Kuning
Foto: Republika/Prayogi
Ilustrasi Kitab Kuning

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Santri Indonesia sudah tak asing dengan kitab satu ini, Qathrul Ghais. Berbagai bab di dalamnya menjelaskan tauhid dan keimanan yang menjadi dasar manusia memasrahkan diri kepada Sang Pencipta.

Kitab ini menjadi bahan kajian pelajar Indonesia di berbagai pesantren. Kajian ten tang akidah di dalamnya disajikan dengan bahasa Arab yang sederhana sehingga mudah dipahami. Pada bagian pertama, pembaca akan menemukan penjelasan tentang iman.

Mualif (pengarang) kitab menjelaskan makna kata itu dengan merujuk kepada hadis dari Umar bin Khatab. Hadis itu berisikan percakapan Rasulullah dengan Malaikat Jibril tentang arti iman. Aku beriman kepada Allah, para malaikat- Nya, kitab-kitab yang diturunkan, para rasul, dan hari akhir, kata Rasulullah menjabarkan iman.

Lebih dalam, pengarang membagi iman menjadi tiga: iman taqlidi (beriman tanpa bukti), iman tahqiqi (beriman ber dasarkan panggilan hati), dan iman is tidlali (iman dengan mengupayakan dalil atau petunjuk tentang segala ciptaan dan Sang Pencipta). Ketiganya merupakan pen jelasan yang khas dari kitab ini yang be lum tentu ada di berbagai kitab tauhid lain.

Bab tentang iman kepada malaikat berisikan tentang kehidupan makhluk yang berasal dari cahaya tersebut. Ini merupakan bab yang dijelaskan cukup panjang. Kehidupan malaikat dijelaskan penuh dengan zikrullah: mengingat atau menyebut Allah setiap saat.

Kiblat makhluk di bumi adalah Ka'bah. Sedangkan, kiblat di langit adalah Arasy yang dihiasi seribu warna. Makhluk seperti malaikat beribadah menghadap Arasy, tempat Allah bersemayam. Tempat itu dikelilingi 70 ribu baris malaikat yang bertawaf. Satu baris menghadap Arasy. Baris lainnya juga sama.

Jika kedua barisan malaikat saling berhadap-hadapan, mereka akan mengucapkan la ilaha illallah dan takbir Allahu akbar. Kemudian, mereka akan memuji Allah dengan kalimat subhanaka Allahumma wa bihamdika ma azhamaka wa ah la maka anta Allah la ilaha ghairuka antal akbar wal khalqu kulluhum laka rajiun. Artinya, Mahasuci engkau ya Allah. Engkaulah Allah tak ada Tuhan selainmu, Mahabesar, dan semua makhluk pada akhirnya akan kembali kepadamu.

Penjelasan yang lebih panjang lagi berkaitan dengan kiamat atau hari akhir. Bagian ini menjelaskan kematian di dunia dan kebangkitan setelahnya di Barzakh dan akhirat. Di dalamnya ada penghitungan amal baik dan buruk (hisab).

Yang menarik adalah kisah para sahabat setelah mereka mati. Penjelasan ini seperti kelanjutan membaca kisah hidup mereka di dunia. Jika sejarawan hanya menulis tentang perjalanan hidup mereka beserta legasinya di dunia, Qathrul Ghaits sedikit menceritakan keadaan mereka pada saat penghitungan amal.

Umar bin Khattab, misalkan, di cerita kan saat penghitungan amal meng angkat kitab dengan tangan kanannya yang bersinar seperti matahari. Abu Bakar Shidiq memimpin 70 ribu manusia masuk surga tanpa hisab. Secara umum, setelah mengangkat kitab amalnya di dunia, akan terlihat apakah bercahaya atau justru gelap. Dua tanda itu menandakan kualitas amal nya selama menjalani kehidup an di alam fana.

Masih ada 14 ba gian lagi dalam Qathrul Ghaits yang mencerahkan pembaca tentang ke imanan, sesuatu yang tersimpan di dalam hati dan me nentukan kualitas perbuatan ma nu sia. Dengan iman, sese orang akan ber sikap dengan je las: memas rahkan kehidupannya kepada Sang Pen cipta.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement