Kamis 22 Mar 2018 04:05 WIB

Suara Hati Mahasiswa Dosen Bercadar Hayati

Pendapat mahasiswa soal dosen mereka yang mengenakan cadar terbelah.

Rep: Sapto Andika Candra/ Red: Ani Nursalikah
Kegiatan kemahasiswaan di IAIN Bukittinggi tetap berjalan seperti biasa, meski polemik tentang pembatasan cadar masih bergulir.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Kegiatan kemahasiswaan di IAIN Bukittinggi tetap berjalan seperti biasa, meski polemik tentang pembatasan cadar masih bergulir.

REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI -- Sudah satu bulan lebih Hayati Syafri tidak mengajar di Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Ummi Hayat, panggilan akrab Hayati di kalangan mahasiswanya, terpaksa libur mengajar karena keputusannya menggunakan cadar.

Kampus memandang penggunaan cadar akan mengurangi efektivitas Hayati dalam memberikan materi pelajaran kepada mahasiswa. Pro dan kontra pun bergulir tak hanya di kalangan pejabat kampus, tapi juga di antara mahasiswa dan mahasiswi IAIN Bukittinggi, khususnya di Prodi Pendidikan Bahasa Inggris.

Tapi bagaimana sebetulnya pendapat para mahasiswa dan mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Inggris yang diajar oleh Hayati? Republika.co.id sempat mewawancari Nurani (21 tahun), salah seorang mahasiswi Prodi Pendidikan Bahasa Inggris yang semester lalu sempat diajar Hayati.

Menurutnya, keputusan Hayati dalam bercadar sama sekali tidak mengurangi pemahamannya dalam menerima materi ajar. Nurani mengaku bisa mengerti apa yang Hayati sampaikan saat mengajar, meski sebagian wajahnya tertutup cadar. Padahal Hayati mengajar speaking, materi yang diyakini kampus memerlukan kejelasan ekspresi wajah dalam menyampaikan atau menerima materi ajar.

photo
Dosen IAIN Bukittinggi Hayati Syafri yang terpaksa libur mengajar karena keputusannya bercadar. Hayati saat mengikuti wisuda doktor di Universitas Negeri Padang (UNP), Jumat (16/3). Wisuda juga dihadiri Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. (Sumber: Humas UNP)

"Saya sama sekali tidak terganggu dengan Ummi menggunakan cadar. Kami paham kok yang disampaikan. Buktinya, banyak di antara kami yang bagus dalam penguasaan speech," jelas Nurani.

Nurani menyebut sebagian besar mahasiswa dan mahasiswa di angkatannya mendukung langkah Hayati bercadar. Meski belakangan muncul gerakan dari mahasiswa mendukung kebijakan kampus, Nurani masih kukuh apa yang dilakukan Hayati tidak seharusnya dibatasi.

"Sebelum memutuskan bercadar, Ummi juga meminta izin kami. Ummi menyatakan, kalau kami tidak suka Ummi pakai cadar, beliau bersedia tidak mengajar," katanya.

Nurani berharap polemik mengenai cadar bisa diselesaikan dengan baik oleh kampus. Ia tidak ingin berlarutnya pro dan kontra tentang cadar justru menimbulkan atmosfer yang tidak kondusif bagi mahasiswa dalam menuntut ilmu. Kepada kampus, Nurani berharap Ummi kembali diizinkan mengajar dengan prinsip yang dipercaya saat ini.

"Tetap istiqamah Ummi, dan kami berharap Ummi kembali mengajar," ujarnya.

Dukungan kepada Hayati juga disampaikan oleh Aisyah, seorang mahasiswi bercadar di IAIN Bukittinggi. Meski tidak diajar langsung oleh Hayati, Aisyah merasakan imbas pembatasan penggunaan cadar di dalam kampus. Karena tak ingin terseret polemik, Aisyah kini memilih mengenakan masker sebagai alternatif penggunaan cadar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement