Rabu 21 Mar 2018 20:05 WIB

MUI Sumbar Surati Menteri Agama Soal Polemik Cadar

Rektorat masih bersikukuh untuk menjalankan kebijakan soal cadar di lingkungannya.

Kegiatan kemahasiswaan di IAIN Bukittinggi tetap berjalan seperti biasa, meski polemik tentang pembatasan cadar masih bergulir.
Foto: Republika/Sapto Andika Candra
Kegiatan kemahasiswaan di IAIN Bukittinggi tetap berjalan seperti biasa, meski polemik tentang pembatasan cadar masih bergulir.

REPUBLIKA.CO.ID, PADANG -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatra Barat, Gusrizal Gazahar, menyatakan, akan mengirimkan surat resmi kepada Menteri Agama terkait polemik cadar di Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi. Buya Gusrizal menilai, apapun keputusan Menteri Agama nantinya, pihaknya memiliki tanggung jawab untuk menyampaikan sikap atas pembatasan penggunaan cadar di dalam kampus.

"Kami surati Menag, dan tembusan kepada instansi terkait," kata Buya Gusrizal, Rabu (21/3). Bila nantinya Menteri Agama tetap tidak memberikan sikap atas polemik ini, maka MUI Sumbar menyerahkan penyelesaian polemik ini kepada umat Islam. Pada prinsipnya, MUI Sumbar memandang kondisi yang ada saat ini sudah tidak kondusif lagi.

Berlarutnya pro dan kontra tentang kebijakan ini, menurutnya, justru akan merugikan kampus dan umat Islam sendiri. Dia meminta, IAIN Bukittinggi melunak untuk menyelesaikan polemik ini. "Sebaiknya surut saja karena memperpanjang masalah ini hanya merugikan kampus," katanya.

Hingga Rabu (21/3) sore, pihak IAIN Bukittinggi masih bersikukuh untuk menjalankan kebijakan soal cadar di lingkungan akademik. Sikap rektorat yang kukuh menjalankan kebijakan soal cadar justru di tengah-tengah derasnya desakan dari berbagai pihak agar IAIN Bukittinggi mencabut kebijakan untuk membatasi penggunaan cadar di dalam kampus.

Kepala Biro Administrasi Umum dan Kemahasiswaan IAIN Bukittinggi, Syahrul Wirda, menyebutkan, pihaknya memilih melakukan mediasi dengan ormas Islam yang sempat mengajukan tuntutan. Syahrul mengingatkan, sejak awal rektorat tidak pernah menerbitkan surat larangan untuk bercadar.

Yang dijalankan kampus, menurutnya, adalah meminta dosen dan mahasiswi menjalankan kode etik berbusana di dalam kampus. Sedangkan ketika di luar kampus, Syahrul melanjutkan, penggunaan gaya busana dikembalikan lagi kepada masing-masing individu.

"Jadi kalau diminta cabut aturan, yang akan kami cabut itu apa? Kami tidak melarang. Yang kami minta proses belajar mengajarnya sesuai kode etik. Kalau di luar kampus, silakan," kata Syahrul.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement