Senin 19 Mar 2018 18:03 WIB

Janji adalah Utang

Nazar merupakan sebuah janji yang harus umat Islam tepati.

Pemimpin yang adil dan menepati janji/ilustrasi
Foto: static.hbr.org
Pemimpin yang adil dan menepati janji/ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam ajaran Islam, orang yang tidak melaksanakan nazarnya, baik dengan sengaja atau karena tidak mampu, maka ditetapkan harus membayar kafarat atau denda yang jumlahnya sama dengan kaf arat orang melanggar sumpah.

Hal ini berdasarkan hadis Nabi SAW yang berbunyi, "Kaffarat an-nazr kaffarat al-yamin" yang artinya, denda nazar adalah denda sumpah.

Sebagian ulama yang berpendapat bahwa nazar merupakan salah satu bentuk ketaatan kepada Allah SWT, salah satunya karena mereka menggunakan dalil sebagai berikut, "(Yaitu) mata air (dalam surga) yang dari padanya hamba-hamba Allah minum, yang mereka dapat mengalirkannya dengan sebaik-baiknya. Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana." (QS al-Insan [76]: 6-7)

Ayat tersebut menunjukkan bahwa salah satu ciri hamba Allah yang diberi keberkahan di surga kelak adalah mereka yang menunaikan nazar. Jika nazar itu dikatakan sesuatu yang makruh, niscaya Allah tidak akan membalas mereka dengan kebaikan di surga.

Nazar merupakan sebuah janji yang harus umat Islam tepati karena janji adalah utang yang harus dibayar. Jika tidak bisa dibayar di dunia, tentunya Allah akan membayarnya di akhirat kelak sesuai dengan yang telah mereka perbuat.

Sementara, jika seseorang bernazar untuk selain Allah, hukumnya syirik karena nazar hakikatnya ibadah yang hanya diarahkan kepada Allah. Ibadah sendiri memiliki arti luas, yaitu segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah baik perkataan maupun perbuatan yang lahir maupun yang batin, dan nazar termasuk di dalamnya (Al Qoul As-Sadiid, hal 50).

Namun, sebagian ulama seperti Syekh Ibnu Utsaimin melihat hukum nazar adalah makruh. Bahkan, Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah cenderung memandang ke arah pengharamannya. Hal ini didasarkan pada hadis Ibnu Umar, Rasulullah SAW bersabda yang artinya, "Janganlah kalian bernazar, sesungguhnya ia tidak bisa memengaruhi takdir. Ia hanya dilakukan oleh orang yang bakhil (kikir)." (HR Bukhari dan Muslim).

Nazar memiliki beberapa prinsip yang harus dipatuhi. Pertama, keinginan nazar harus diucapkan atau dilafalkan, bukan hanya diucapkan dalam hati. Kedua, tujuan nazar harus karena Allah. Ketiga, nazar tidak dibenarkan untuk suatu perbuatan yang dilarang. Keempat, jika orang yang bernazar meninggal sebelum melaksanakannya, nazar harus dilaksanakan oleh keluarganya.

Dalam Alquran Allah berfirman, "Mereka (orang-orang yang baik) menunaikan nazar dan merasa takut akan suatu hari di mana ketika itu azab merata di mana-mana." (QS al-Insan [76]: 7).

Dalam ayat tersebut Allah memuji orang-orang yang menunaikan nazar. Hal itu berarti menunjukkan bahwa menunaikan nazar adalah perkara yang disukai Allah, jika hal itu dilaksanakan. Karena itu, Rasululullah SAW bersabda, "Barang siapa yang bernazar untuk melakukan ketaatan maka hendaklah dia laksanakan ketaatan itu kepada-Nya." (HR Bukhari).n

sumber : Dialog Jumat Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement