Jumat 09 Mar 2018 18:55 WIB
Kaum Muslim dan Ulama Wajib Perangi Hoaks

Aqil Siraj: Kita Disibukkan dengan Tsunami Hoaks

Umat diminta agar tidak mematuhi orang-orang yang suka bersumpah dan menghina.

Rep: Novita Intan/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj
Foto: Ist
Ketua Umum PBNU, Said Aqil Siradj

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Nahdlatul Ulama (NU) dan Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI) sepakat untuk melawan berita palsu (hoaks). Sebab, penyebaran hoaks dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Ketua Umum Persatuan Umat Islam Nazar Haris menyatakan, hoaks dalam Islam merupakan fitnah, memberitakan sesuatu yang tidak benar, termasuk juga dalam gibah.

"Gibah itu terlarang, tidak boleh. Kami terus perang melawan hoaks," ujarnya setelah acara konferensi pers "Berita Palsu Pemecah NKRI" di kantor LPOI, Jakarta, Jumat (9/3).

Menurut dia, gibah bisa membahayakan kaum Muslimin. Kaum Muslimin wajib membela agamanya kalau ada orang mengatakan negatif terhadap Islam. "Kaum Muslimin harus berperang di media sosial itu membela Islam. Kalau ada yang menjelekkan ulama maka kaum Muslimin wajib membela ulamanya," ungkapnya.

Pada kesempatan sama, Ketua Umum LPOI KH Said Aqil Siraj berpesan agar tidak mematuhi orang-orang yang suka bersumpah dan menghina. Ia mengingatkan masyarakat membuka Alquran surah al-Qalam ayat 10-11 agar tidak ikut menyebarkan hoaks yang akan merugikan orang lain.

"Akhir-akhir ini kita disibukkan dengan tsunami hoaks dan fitnah adu domba, kebohongan, provokasi dari orang-orang tertentu yang hal itu bisa memecah belah, apalagi atas nama agama Islam. Alquran melarang satu sama lain saling menghina. Menyebarkan bohong itu adalah larangan," katanya.

Adapun ormas yang tergabung dalam LPOI itu adalah NU, Persatuan Islam, Al-Irsyad Al-Islamiyah, Mathlaul Anwar, Ittihadiyah, Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), IKADI, Azzzikra, Syrikat Islam Indonesia, Alwashliyah, Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti), Persatuan Umat Islam (PUI), Himpunan Bina Muallaf Indonesia (HBMI), dan Nahdlatul Wathon.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement