Sabtu 24 Feb 2018 06:56 WIB

Membaca Hati dari Penampilan

Pernahkah Anda rasakan, ketika berada di sekitar orang saleh ada nuansa kesejukan?

Khatib atau penceramah memberikan tausiyah. (ilustrasi)
Foto: Antara/Irwansyah Putra
Khatib atau penceramah memberikan tausiyah. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Dalam sebuah hadis dari Abu Hurairah RA dikatakan, suatu kali Rasulullah SAW pernah melihat seseorang memainkan jenggotnya ketika shalat. Melihat itu, Beliau SAW pun bersabda, "Seandainya hatinya khusyuk maka khusyuk pula anggota badannya." (HR Tirmidzi).

Artinya, apa yang terlihat dari tindak-tanduk seseorang semuanya lahir dari hatinya. Rasulullah dapat dengan mudah menilai orang yang tidak khusyuk tersebut. Analoginya sederhana saja. Jika fisiknya bermain-main ketika shalat, sudah dipastikan hatinya juga tengah bermain-main. Karena, apa yang ada pada lahiriah asalnya dari batiniah.

Ibarat menilai buah yang sudah matang atau belum, tentu dapat terlihat dari penampilan fisiknya. Dari segi warna, buah yang sudah matang akan berubah dari hijau menjadi kuning. Baunya pun akan semakin sedap untuk disantap. Demikian pula rasanya, akan terasa ranum di lidah. Jadi, interpretasi Islam berlawanan dari pepatah tadi. Dalam Islam, isi akan selalu serupa dengan sampulnya.

Pernahkah Anda rasakan, ketika berada di sekitar orang saleh ada nuansa kesejukan dan kedamaian hati? Memang, hal itu dapat didapati dari segolongan orang yang mempunyai aura baik. Jangankan berinteraksi secara langsung dengannya, melihat kepadanya saja hati sudah tenteram. Jangankan bertemu langsung dengannya, mendengar namanya saja hati sudah rindu.

 

Namun, ada pula mereka yang tampil dengan sosok antagonis. Entah mengapa, hati terasa sesak saja ketika berada didekatnya. Melihat wajahnya saja sudah membuat kesal. Segagah apa pun penampilannya, tetap saja hati menjadi keruh memandangnya. Mengapa bisa sampai sedemikian itu?

Inilah yang ingin disampaikan Ibnu Ataillah bahwa penampilan lahiriah adalah cerminan dari batiniah. Jiwa yang tenang akan memancarkan aura yang tenang pula. Hati yang tenteram akan membuat jiwa raga, bahkan orang disekelilingnya terasa tentram pula. Jadi, tidak berlebihan rasanya ketika seorang ulama salaf Yusuf bin Husain berpesan, "Bergaullah dengan orang yang apabila engkau memandangnya, dia akan mengingatkanmu kepada Allah."

Yusuf bin Husain berpendapat, setiap orang soleh mempunyai aura kesolehannya. Bahkan, dengan memandangnya saja orang sudah bisa ingat kepada Allah. Lantas, apakah mungkin orang saleh berpenampilan bak orang jahiliyah atau membuka aurat? Apakah mungkin penampilan dengan gaya preman tersebut bisa mengingatkan orang kepada Allah? Lalu, pantaskah bagi orang yang ingin dirinya saleh, tetapi abai dengan tampangnya yang kusut dan memuakkan?

sumber : Islam Digest Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement