Rabu 21 Feb 2018 11:06 WIB

Pentingnya Menghargai Perbedaan Pendapat

Rasulullah memberi teladannya bagaimana menghadapi perbedaan.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)
Foto: www.cathnewsindonesia.com
Kerukunan antar Umat Beragama. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Selama berada di Makkah, sebelum hijrah ke Madinah, Rasulullah SAW hidup di tengah-tengah keprofanan komunitas Arab jahiliah. Patung berhala masih banyak berdiri kokoh di sekitar Ka’bah atau di rumah-rumah mereka.

Menyikapi kondisi itu, sebagai seorang yang bijak, Nabi tak lantas menghancurkan simbol-simbol kekufuran itu. Demikian pula sikap bijak Rasulullah terhadap para munafik. Rasul sengaja membiarkan dan tidak membunuh mereka. Ini agar tak timbul persepsi dan opini negatif bahwa Nabi membunuh koleganya sendiri.

Penyikapan tersebut menunjukkan bahwa anarkisme, perusakan, main hakim sendiri, dan ragam jenis intimidasi lainnya terhadap lawan yang berbeda mestinya dihindari. Tindakan-tindakan antihukum itu bila tetap dilakukan bakal memicu kerusakan yang lebih besar. Hal itu bertentangan dengan kaidah syariat.

Hidup di tengah-tengah masyarakat yang heterogen, jelas Prof Hani bin Abdullah al-Jabir dalam artikelnya yang berjudul “Min Adab Al Khilaf wa at-Ta’amul Ma’a al Mukhalif”, niscaya menghadapi keberagaman. Beda suku, etnis, agama, atau afi lisasi politik. Masingmasing individu atau kelompok memiliki cara pandang sekaligus argumentasi untuk menguatkan pendapat mereka.

Keberagaman ini tak jarang pula memicu gesekan-gesekan kecil. Satu dari beberapa bahkan menimbulkan konflik horizontal. Selain mungkin ada pihak ketiga yang memancing di air keruh, diakui atau tidak, memang kesadaran saling menghormati dan menghargai perbedaan tersebut masih perlu ditingkatkan, untuk tidak dibilang minim.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement