Rabu 14 Feb 2018 06:21 WIB

Sejumlah Daerah Larang Valentine

Kegiatan Valentine itu cenderung digunakan sebagai ajang pergaulan bebas.

Rep: Muhammad Nursyamsyi/ Red: Agus Yulianto
Kampanye anti-Valentine (Ilustrasi)
Foto: ,
Kampanye anti-Valentine (Ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pemerintah provinsi, pemerintah kota, dan dinas pendidikan di Tanah Air menerbitkan kebijakan yang melarang perayaan Hari Valentine atau Hari Kasih Sayang yang jatuh setiap tanggal 14 Februari. Salah satu daerah yang melarang perayaan Valentine adalah Kalimantan Tengah (Kalteng).

Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kotawaringin Timur, Kalteng, Bima Ekawardhana menyambut baik imbauan dari Pemprov Kalteng agar para pelajar tidak merayakan Valentine. "Kami sudah dapat informasi tentang surat imbauan dari Pemprov Kalteng agar pelajar tidak merayakan Hari Kasih Sayang ala Barat itu. Kami sepakat dengan maksud surat tersebut," kata Bima di Sampit, kemarin.

Surat imbauan yang ditandatangani Plt Sekretaris Daerah Provinsi Kalteng Fahrizal Fitri itu ditujukan kepada kepala SMA, MA, SMK, SMP, dan MTs se-Kalteng. Disebutkan, surat tersebut merujuk pada Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Perayaan Valentine juga dinilai sebagai budaya Barat dan tidak sesuai dengan karakter budaya bangsa Indonesia.

Kegiatan itu cenderung digunakan sebagai ajang pergaulan bebas yang tidak sesuai dengan ajaran agama dan budaya masyarakat, sehingga kebiasaan merayakan Valentine dinilai perlu ditiadakan di kalangan pelajar dan generasi muda.

 

Adapun cara menununjukkan kasih sayang kepada sesama manusia, menurut imbauan Pemprov Kalteng tersebut, tidak dibatasi oleh waktu tertentu, melainkan berlaku sepanjang waktu yang merupakan bagian dari kewajiban berbuat baik sebagai bentuk ibadah sesuai ajaran agama masing-masing.

Sebelumnya, larangan perayaan Valentine juga dikeluarkan oleh Pemkot Bima dan Pemkot Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Pemkot Padang. Pemkot Padang menilai, perayaan Hari Kasih Sayang merupakan budaya yang menyimpang dari nilai, norma, dan aturan.

 

"Hari kasih sayang tidak sesuai dengan agama dan budaya. Haram hukumnya dirayakan. Untuk itu kami mengimbau kepada seluruh warga agar tidak merayakannya," ujar Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co,id, Jumat (12/2).

photo
Wali kota Padang H Mahyeldi Ansharullah

Hal senada dinyatakan Wali Kota Mataram H Ahyar Abduh, Senin (12/2). Ia menilai, perayaan Valentine bukan budaya bangsa yang harus dilestarikan. "Karena itu kita tegas tidak boleh ada perayaan apalagi di kalangan pelajar dan lingkungan sekolah," ujar dia.

Terkait larangan Valentine di sejumlah daerah, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin mengatakan, pemerintah daerah yang mengeluarkan larangan tersebut tentu memiliki alasan tertentu. "Kalau wali kota melarang itu pasti ada sebabnya. Apabila perayaan Valentine membawa ketidakbaikan maka wajib bagi pemerintah melarangnya. Sebab, akan menimbulkan permusuhan, melanggar moralitas, dan pergaulan bebas," kata Kiai Ma’ruf di kantornya, Jakarta, selasa (13/2).

Meski demikian, soal keputusan untuk melarang atau tidak, menurut Kiai Ma’ruf, hal itu bergantung pada masing-masing daerah dalam menyikapi perayaan Valentine. "Tentu tidak semua daerah, tergantung keputusan ulama daerahnya atau pemerintah kota. Ada kerawanan atau tidak, kalau ada maka itu bagus untuk dilarang," ujar dia.

Dalam pandangan Ketua PBNU Sulton Fatoni, isu soal perayaan Hari Valentine tidak perlu ditanggapi secara serius karena Valentine bukan masalah sosial ataupun agama yang fundamental. Masyarakat yang merayakan Valentine, menurut dia, bukan sedang menghadapi problem sosial, melainkan hanya sebatas mengikuti budaya yang telah dijalani sehari-hari atau yang dikenal juga sebagai budaya populer. "Mereka sebatas sedang ikutan budaya pop," ujarnya.

Menurut dia, budaya yang tengah digandrungi anak muda tersebut nantinya juga akan hilang dengan sendirinya. Dan setiap budaya pasti mempunyai sisi positif dan negatif, bergantung individu masing-masing.

"Biarkan saja, tak perlu disarankan dan tak perlu dilarang-larang. Lambat laun senyap dengan sendirinya," ujar wakil rektor Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia ini. ed: wachidah handasah

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement