Sabtu 10 Feb 2018 06:21 WIB

Hikmah di Balik Ayat Kauniyah

Ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta melalui ciptaan-Nya.

Rep: Rahmat Fajar/ Red: Agung Sasongko
Alquran
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Alquran

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Terjadinya gerhana bulan pada akhir Januari lalu masih menyisakan perbincangan, bukan hanya bagi para ilmuwan astronomi. Fenomena ini juga menjadi perbincangan di kalangan ahli tafsir yang khusus mengkaji tentang ayat-ayat kauniyah, yaitu ayat-ayat Allah yang tersebar di alam semesta melalui ciptaan-Nya. Maksud ayat kauniyah adalah memberikan tanda bahwa Allah itu ada baik seperti yang tercatat dalam kitab Allah maupun melalui tanda yang ditunjukkan makhluk ciptaan-Nya.

Ayat kauniyah juga sedikit dikaji dalam ceramah agama yang dibawakan Ustaz Abdul Somad, belum lama ini, di Masjid Agung Sunda Kelapa, Jakarta Pusat. Salah satu kandungan ayat kauniyah yang dipelajari adalah tentang penciptaan langit dan bumi serta perputaran siang dan malam yang tercurah dalam surah al-Baqarah ayat 164.

Dalam tausiyahnya, Ustaz Somad juga mengungkapkan pentingnya mempelajari ilmu falak atau alam semesta, seperti astronomi. Dengan mempelajari ilmu tentang alam semesta, umat Islam mampu mendalami kebesaran Allah melalui tata surya dan segala ciptaan-Nya.

Melalui ilmu ini pula, manusia mampu berpikir rasional tentang segala fenomena alam yang terjadi dan tidak mengaitkannya dengan mitos yang berkembang di masyarakat.

Salah satu contoh mitos yang cukup populer di Cina adalah kepercayaan masyarakat bahwa hilangnya cahaya bulan saat terjadi gerhana bulan disebabkan oleh seekor ular yang menelan bulan. Maka warga Cina akan ramai-ramai membuat suara dari den tingan gelas dan piring agar ular tersebut kembali memuntah kan bulan.

Nyatanya, tanda kebesaran Allah telah tertera jelas da lam Asmaul Husna melalui kata an-Nafi' (pemberi manfaat) dan ad-Darru (mendatangkan muda rat) yang mengajarkan agar ma nu sia tidak memiliki keyakinan bah wa perputaran bumi dan bu lan dapat berdampak pada kehi dupan manusia.

"Oleh sebab itu, tidak sepa tut nya kita menghubung-hu bung kan suatu kejadian alam dengan sesuatu karena itu sepenuhnya adalah takdir Allah, dan se bagai gantinya maka tunaikanlah shalat sunah khusuf qomar," kata Ustaz Somad.

Dalam ayat lain diterangkan bahwa matahari tidak mungkin me nabrak bulan atau sebaliknya ka rena semuanya beredar dalam ga ris edarnya masing-masing. Saat ini, banyak peneliti yang menghabiskan waktu lama untuk mencari tahu perputaran yang terjadi di antariksa, salah satunya ten tang pertanyaan apakah matahari berputar atau tidak. Dan pe ne muan terbaru dari Amerika me nyatakan bahwa matahari ber putar, tapi saking cepatnya se olaholah matahari tidak ber putar.

Nyatanya, pertanyaan tersebut telah terjawab sejak 14 abad silam oleh Allah melalui lisan Na bi Mu hammad yang mengatakan bahwa matahari berlari kencang di tem pat diamnya dan itulah tak dir dari Allah. Seandainya ma tahari ber pu tar dalam garis orbit seperti bu mi, tentu manusia serta makhluk lainnya akan mati kedinginan. Sebaliknya jika ma tahari mendekat sedikit saja maka seluruh makh luk di bumi akan terbakar.

Berbicara takdir, Ustaz Somad menjelaskan bahwa manusia dihadapkan dengan dua jenis takdir, yaitu takdir yang dapat di ubah dan tidak dapat diubah. Sa lah satu contoh seperti kejadian yang menimpa umat Sayidina Umar saat terkena wabah penyakit.

Saat itu, Sayidina Umar memerintahkan umatnya untuk pindah ke tempat lain agar terhindar dari wabah. Namun, ada sahabat yang mengatakan bahwa penyakit tersebut adalah takdir Allah dan su dah sepatutnya mereka menerimanya.

Umar pun menegaskan bahwa keputusan untuk berhijrah demi menghindari wabah penyakit adalah upaya untuk mengubah takdir buruk ke takdir baik. Takdir yang dialami umat Sa yidina Umar adalah salah satu con toh takdir yang dapat diubah, sedangkan takdir yang tidak da pat diubah adalah kematian dan da tangnya hari akhir (kiamat).

Pada saat gunung-gunung dan bukit dicabut dan kerak bumi akan ber gerak liar maka manusia diibarat kan debu yang berterbangan. "Makanya kalau saat ini kita liat bukit itu hanya sepertiganya saja yang tampak di atas, dua per tiganya tertanam di dasar bumi, itulah alasan kerak bumi tidak bergerak," kata Ustad Somad.

Pemahaman ilmu, tentu sa ngat penting dalam mendalami ayat-ayat kauniyah agar makna yang terkandung dapat diterima dengan tepat. Pengkajian ayat Kau niyah juga mengajari manu sia agar senantiasa hidup dalam keseimbangan antara keahlian secara intelektual dan kearifan secara spiritual, mengingat dalam mengkaji ayat Kauniyah, manu sia mampu untuk senantiasa meng ingat Allah, Surah Ali Imran ayat 191 me nyebutkan, "(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil ber diri atau duduk atau dalam ke ada an berbaring dan mereka me mikirkan tentang penciptaan la ngit dan bumi (seraya berkata): Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka."

Kandungan yang tersaji da lam ayat tersebut, kata Ustaz So mad, adalah keutamaan untuk selalu senantiasa mengingat Allah dikala senang ataupun sedih, di kala kaya maupun miskin, dan di kala sehat maupun sakit. Zikir, kata dia, juga dibuktikan dalam tiga hal, yaitu lisan yang selalu menyebut Allah, hati yang selalu mengingat Allah, dan perlakuan yang menganggungkan Allah.

"Jadi, bukan hanya berzikir saja melainkan berpikir, sehingga terjadi keseimbangan antara inte lektual dan spiritual,"

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement