Jumat 02 Feb 2018 19:13 WIB

Amerika Jajaki Kerja sama Sertifikasi Produk Halal

BPJPH akan resmi beroperasi pada 17 Oktober 2019 mendatang.

 Sekjen Kemenag Nur Syam saat menerima kunjungan Wakil Asisten Sekretaris Departemen Perdagangan Amerika Serikat untuk wilayah Asia Diane Farrell
Foto: dok. Kemenag.go.id
Sekjen Kemenag Nur Syam saat menerima kunjungan Wakil Asisten Sekretaris Departemen Perdagangan Amerika Serikat untuk wilayah Asia Diane Farrell

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Departemen Perdagangan Amerika ingin menjajaki kerja sama dengan Kementerian Agama di bidang sertifikasi halal, hal ini diungkapkan oleh Wakil Asisten Sekretaris Departemen Perdagangan Amerika Serikat untuk wilayah Asia Diane Farrell ketika berkunjung ke Kementerian Agama, Jumat (2/2).

Diane Farrel diterima oleh Sekjen Kementerian Agama Nur Syam, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Sukoso beserta jajarannya. Diane mempertanyakan kapan mulai diberlakukannya sertifikasi halal oleh BPJPH, karena pihaknya ingin memastikan bahwa produk-produk Amerika telah sesuai dengan standar sesuai dengan undang-undang yang berlaku ketika proses sertifikasi halal sudah resmi dilakukan oleh BPJPH.

Menanggapi hal ini, Kepala BPJPH menyatakan,  BPJPH akan resmi beroperasi pada 17 Oktober 2019 mendatang, hal ini disebabkan Perpres JPH yang belum ditandatangani oleh Presiden, sehingga BPJPH belum dapat mengimplementasikan UU No. 33 Tahun 2014. Sukoso menjelaskan, pihaknya sedang mempersiapkan tahap-tahap sertifikasi halal serta sistem teknologi informasi yang mendukung sertifikasi halal.

Pihaknya juga tengah gencar memperkenalkan BPJPH kepada para stakeholder dan menyusun rencana nota kesepahaman (MoU) dengan negara-negara yang memasarkan produknya di Indonesia. "MoU dengan negara-negara lain sangat diperlukan, karena sistem dan standar kehalalan suatu produk di suatu negara terkadang berbeda dengan sistem dan standar halal yang diterapkan di Indonesia," kata Sukoso.

Dikatakan Sukoso, selain pencantuman label halal, untuk produk non halal juga wajib mencantumkan label non halal. Hal ini, kata dia, dimaksudkan untuk melindungi konsumen.

 

Menurutnya, jika label non halal tidak tercantum pada kemasan produk, maka hal ini akan membuat konsumen bingung. Apalagi, tidak semua konsumen mengerti istilah-istilah yang tercantum dalam komposisi suatu produk.

 

Ketika ditanyakan mengenai kisaran biaya untuk mengurus sertifikasi halal, Sukoso menjelaskan, saat ini, pihaknya masih menyusun Peraturan Menteri Agama (PMA) yang akan mengatur prosedur sertifikasi halal.

Dalam kesempatan tersebut, Sekjen Nur Syam menyarankan, agar pihak AS sudah mulai mengidentifikasi produk-produknya agar dapat didaftarkan untuk memperoleh sertifikasi halal pada 2019 mendatang dan mulai menyiapkan poin-poin yang akan dituangkan dalam nota kesepahaman (MoU). "Kita masih punya waktu satu tahun karena pada 17 Oktober 2019 mendatang semua produk yang masuk ke Indonesia harus memperoleh sertifikat halal," ujar Sekjen.

sumber : kemenag.go.id
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement