Ahad 28 Jan 2018 00:46 WIB

Suluk, Memahami Agama dengan Pendekatan Budaya

Anggota paguyuban diajak untuk menembang puji-pujian atau sebagian disebut Suluk

Rep: Adinda Pryanka / Red: Ratna Puspita
Acara Gelar Budaya Suluk Nusantara: Ekspresi Seni Memahami Illahi di Pendopo Mulyo Budoyo, Perumahan Depok Mulia I, Depok, Sabty (27/1).
Foto: Republika/Adinda Pryanka
Acara Gelar Budaya Suluk Nusantara: Ekspresi Seni Memahami Illahi di Pendopo Mulyo Budoyo, Perumahan Depok Mulia I, Depok, Sabty (27/1).

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK — Dompet Dhuafa dan Paguyuban Budaya Suluk Nusantara mengadakan Gelar Budaya Suluk Nusantara: Ekspresi Seni Memahami Illahi di Perumahan Depok Mulya I, Depok, Sabtu (27/1). Acara ini rutin diadakan paguyuban pada pekan terakhir tiap bulannya untuk berkumpul dan menembang bersama sekaligus rangkaian dari peluncuran jejaring Mocopotan yang dilaksanakan pada Mei di Tangerang Selatan. 

Ketua Paguyuban Budaya Suluk Nusantara, Bambang Wiwoho, menjelaskan, dalam acara ini, peserta yang juga merupakan anggota paguyuban diajak untuk menembang puji-pujian atau sebagian disebut Suluk. “Melalui cara ini, kami mendekatkan diri kepada Allah, Tuhan Yang Maha Esa lagi Maha Kuasa,” tuturnya ketika ditemui Republika, di sela-sela acara. 

photo
Gelar Budaya Suluk Nusantara. (Republika/Adinda Pryanka)

Pada rangkaian acara, belasan anggota paguyuban menampilkan mocopatan atau seni suara dalam menyanyikan puisi maupun sajak dengan iringan gamelan. Menurut Wiwoh, seni yang populer di Jawa ini penuh dengan pesan moral kehidupan, sehingga banyak digunakan sebagai media dakwah para ulama. 

Wiwoho menjelaskan, acara Gelar Budaya Suluk Nusantara juga berfungsi sebagai ajang melestarikan budaya Suluk Nusantara yang kini hanya dikenal beberapa lapisan masyarakat saja. Padahal, menurutnya, kehadiran suluk di Indonesia merupakan gambaran masa peralihan dari kepercayaan terhadap roh gaib menuju agama Islam. 

Wiwoho menuturkan, suluk merupakan salah satu pendekatan kebudayaan yang digunakan pemuka agama terdahulu untuk menyebarkan dan mengembangkan agama Islam di Pulau Jawa. Mereka tidak menyebarkan agama dengan berkhotbah langsung ataupun berperang, melainkan melalui suluk. 

Melalui acara Gelar Budaya Suluk Nusantara, Wiwoho berharap, budaya suluk bisa dilestarikan, terutama di tengah generasi muda. Keinginan ini juga yang menjadi alasannya mendirikan Paguyuban Budaya Suluk Nusantara. “Meski sekarang didominasi generasi senior, mudah-mudahan kami bisa mengajak anak muda tergerak untuk mengenal dan melestarikan,” ujar lelaki yang juga dikenal sebagai wartawan senior itu. 

photo
Gelar Budaya Suluk Nusantara. (Republika/Adinda Pryanka)

Dengan nilai ke-Islaman yang kental ini, Pendiri Dompet Dhuafa, Parni Hadi, melihat, ada kesamaan antara Dompet Dhuafa dengan Paguyuban Budaya Suluk Nusantara. Yakni, sama-sama hendak menggerakkan masyarakat untuk mentransformasikan nilai-nilai kebaikan, termasuk melalui agama dan budaya. 

Parni menjelaskan, dengan ikut melestarikan suluk, Indonesia bisa tetap dipandang menjadi bangsa bermartabat dalam menanamkan nilai agama melalui dakwah sebagai pendekatan budaya. “Untuk mencapainya, terpenting adalah rasa. Kalau belum bisa merasa, maka tidak bisa memahami dan mencapai tujuan ini,” ucapnya saat memberikan sambutan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement