Selasa 23 Jan 2018 16:30 WIB
Belajar Kitab

Larangan yang Diberlakukan Memiliki Tujuan Positif dan Benar

Bila larangan dilanggar, umat Islam Tergelincir dari hidayah-Nya.

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Takwa (ilustrasi).
Foto: alifmusic.net
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Melalui kar yanya yang berjudul al-Man hiyyat, tokoh yang bernama lengkap Abu Abdullah Mu hammad bin Ali bin al-Husain bin Basyar al-Hakim at-Tirmidzi itu berusaha menguraikan pesan yang terkandung di balik larangan ataupun anjuran- anjuran yang pernah disampaikan oleh Rasulullah. 

Dalam pembukaan kitabnya, tokoh yang hidup hingga 320 H tersebut, menegaskan satu poin pen ting. Bahwasanya, semua larangan yang diberlakukan Rasulullah kepada umatnya memiliki tujuan positif dan benar.

Bila peringatan dan larangan itu diikuti maka yang bersangkut an akan tetap berada dalam kebenaran. Sebaliknya, bila dilanggar maka ia telah ter ge lincir dari hidayah-Nya. (Baca: Mengurai Hikmah Larangan)

Fakta bahwa hadis la rangan memiliki motif dan tujuan ini tak terbantahkan. Hanya saja barangkali tidak kasat mata oleh kebanyakan orang. Kesimpulan itu sangat beralasan. Hal ini terlihat jelas pada upayanya menyibak tabir pada 170 hadis tentang etika hidup sehari-hari yang ia kutip dalam kitab al-Man hiy yat. “Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dila rang nya bagimu maka ting gal kanlah.” (QS al- Hasyr [59] : 7)

Menurutnya, laranganlarangan yang disampaikan oleh Rasulullah dalam sabdanya, memiliki tingkatan yang berbeda. Dalam pandangan sosok yang dibe sarkan oleh iklim intelek tualitas yang heterogen di Khurasan kala itu, larang an-larangan Rasulullah yang tersebar di berbagai riwayat dapat dikategorikan menjadi dua bagian utama, yaitu larangan untuk alasan etika (nahy adab) dan larangan karena ada unsur haram (nahy tahrim).

Yang dimaksud dengan nahy adab ialah perkara yang dilarang oleh Allah untuk dilakukan. Tingkatan larangannya tidak terlalu kuat. Indikasinya bisa ditangkap dari teks itu sendiri. Misalnya saja larangan untuk bertanya tentang halhal yang rumit kepada Rasulullah. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menanyakan (kepada Nabi mu) hal-hal yang jika di terangkan kepadamu akan menyusahkan kamu.” (QS al-Maidah [6]: 101).

Sedangkan pengertian nahy tahrim ialah larangan yang bersifat pasti dan mu tlak. Sebagaimana kategori sebelumnya, larangan ini bisa diketahui dari teks. Misalnya larangan mengonsumsi bangkai, darah, dan daging babi. “Diharamkan bagimu (memakan) bang kai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul.” (QS al-Maidah [5] : 3). Nahy ter sebut bersifat mutlak, tidak bisa di tawar-tawar lagi. Siapa pun yang melanggarnya terancam siksa. Berbeda dengan nahy adab, mereka yang melakukannya tidak disiksa.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement