Kamis 11 Jan 2018 13:45 WIB
Musyawarah Besar Pemuka Agama akan Digelar di Jakarta

Din: Sebagian Umat tak Menangkap Pesan Utama Agama

Rep: Muhyiddin/ Red: Agus Yulianto
Din Syamsudin
Din Syamsudin

REPUBLIKA.CO.ID,  JAKARTA -- Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa di Jakarta pada 9-10 Februari 2018. Melalui musyawarah besar para pemuka agama dan umat beragama ini, bisa memperkuat kerukunan antar umat di Indonesia.

Demikian dikatakan utusan khusus presiden untuk dialog dan kerja sama antar agama dan peradaban (UKP-DKAAP) Prof Din Syamsuddin saat menyampaikan konferensi pers bersama pemuka agama Indonesia. "Kami akan menyelenggarakan kegiatan Musyawarah Besar Pemuka Agama untuk Kerukunan Bangsa. InsyaAllah pada tanggal 8, 9 dan 10 Februari 2018 mendatang di Jakarta," ujar Din di Gedung Oase Kabinet Kerja, Jakarta Pusat, Kamis (11/1).

Hadir anggota panitia pengarah dari Musyawarah Besar Pemuka Agama yang terdiri dari presidum Inter-Religious Council (IRC) Indonesia atau dewan agama-agama di Indonesia. Di antaranya hadir tokoh agama dari Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) Gomar Gultom, Ketua Umum Matakin, Uung Sendana.

Selain itu, hadir juga tokoh agama Budha dari Walubi, Philips Wijaya, Pastor Agustinus Ulahayanan dari KWI, dan juga tokoh agama Hindu dari Parisada, Nyoman Udayana. Musyawarah Besar ini juga melibatkan tokoh dari MUI, Muhammadiyah, dan NU.

Din mengatakan, kerukunan umat beragama di Ranah Air sesungguhnya sudah relatif baik. Hal ini karena disebabkan oleh dua faktor, yaitu pertama karena agama-agama di Indonesia secara sejati mengajarkan kerukunan dan perdamaian. Kedua, karena Indonesia memiliki kesepakatan dasar seperti Pancasila maupun Bhinneka Tunggal Ika.

"Walaupun demikian kita tidak menutup mata ada ada ketegangan bahkan konfilk antar umat beragama bahkan dalam satu agama atau intra agama," ucap Mantan Ketum PP Muhammadiyah ini.

Menurut dia, munculnya konflik tersebut disebabkan karena ada kesalahpahaman terhadap agama itu sendiri. Karena, sebagian umat tidak menangkap misi suci pesan utama agama yang mendorong perdamaian dan kerukunan. Umat masih ada yang memiliki pemahaman sempit terhadap kitab sucinya.

"Tapi juga ada faktor lain yang menyebabkan, yang menganggu kerukunan itu yaitu faktor-faktor non agama, baik sosial, ekonomi, politik. Apalagi di dalamnya ada kesenjangan, ditambah faktor-faktor luar negeri yang juga menganggu," kata Mantan Ketum MUI ini.

Karena itu, menurut dia, para pemuka agama tidak akan menutup mata terhadap adanya realitas yang menganggu kerukunan dan adanya gejala intoleransi, radikalisme, ekstrimiame, serta bentuk kekerasan yang juga sering mengatasnamakan agama di Indonesia.

"Karena itu kita sepakat perlu ada pertemuan bersama antar pemuka agama untuk menjaga moralitas yang besar tadi dan bagaimana kita mengatasi faktor-faktor yang membawa ketidakrukunan,"  ujarnya.

Namun, Din menegaskan bahwa kegiatan tersebut tidak ada kaitannya dengan datangnya tahun politik. Begitu juga yang disampaikan para pemuka agama lain. Ketua Bidang Ideologi dan Kesatuan Bangsa Parisada Hindu, Nyoman Udayana mengapreasi muayawarah besar tersebut.

"Sangat senang sekali karena kita berkumpul dengan enam pemuka agama serta Muhammadiyah dan NU sehingga kita bisa saling mendengar, mengetahui, permaslahan internal untuk dipecahkan bersama," ucap Nyoman Udayana saat diwawancara Republika.co.id.

Ia berharap dengan adanya Musyawarah besar ini para pemuka agama dan umat beragama di Indonesia bisa memperkuat kerukunan antar umat. Hal senada juga disampaikan Sekretaris Komisi Hubungan Antaragama dan Kepercayaan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Pastor Aguatinus Ulahayanan.

"Sekurang-kurangnya dengan orang-orang dari daerah-daerah ini, lalu mereka pulang ke daerah masing-masing ada semacam pemikiran dan semangat baru untuk membangun komunikasi dan dialog antar sesama," katanya kepada Republika.co.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement