Rabu 10 Jan 2018 03:27 WIB

Lestarikan Alam Ibadah Mulia

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Ilustrasi Hutan
Foto: pixabay
Ilustrasi Hutan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Allah menciptakan alam beserta isinya untuk dipergunakan dan di am bil manfaatnya oleh manusia. Alam itu merupakan ruang hidup yang teratur dalam bentuk yang serasi dan selaras dengan kepentingan me reka. Namun, manusia memiliki kecenderungan merusak ekosistem alam. Kerusakan yang terjadi pada alam, hakikatnya, akibat ulah manusia yang telah merusak keseimbangan itu. “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut di sebabkan oleh perbuatan tangan manusia supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Ruum [30]: 41). 

Padahal, semestinya keserasian dan keselarasan itulah yang perlu terus dipelihara agar tercipta apa yang diistilahkan Alquran dengan keseimbangan (al mizan). Kon sis tensi dan komitmen memelihara alam itu agar terhindar dari ben cana di jagat raya. Allah SWT ber firman, “Dan Allah telah me ninggikan langit dan Dia meletak kan neraca (keadilan). Supaya ka mu jangan melampaui batas ten tang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan ja nganlah kamu mengurangi neraca itu.” (QS ar-Rahman [55]: 7-9). 

Dalam buku Ensiklopedi Mu hammad disebutkan, Rasulullah menunjukkan kesadaran cara pandang terhadap ala mini dalam banyak bentuk. Nabi pernah me nyatakan sebuah ungkapan rasa perhatian terhadap Gunung Uhud sebagai salah satu bagian kecil dari alam: innahu yuhibunna wu nuhibbuhu, sesungguhnya ia (Uhud) mencintai kita, begitu pula sesungguhnya kita mencintainya. 

Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasulullah SAW kepada para sahabatnya. Adalah Abu Darda’, sahabat yang pernah dijuluki sebagai prajurit berkuda terbaik di Perang Uhud oleh Ra sulullah itu, pernah menceritakan bagaimana para sahabat mendapatkan pelajaran dan pendidikan tentang pemanfaatan dan penge lolaan sumber daya alam. Ra sulullah menekankan agar bercocok tanam dan menghijaukan kembali tanah-tanah mati. Oleh tokoh ulama terkemuka masa kini, Syekh Yusuf Al Qaradhawi, ikhtiar penghijauan tersebut di kategorikan sebagai amalan yang mendatangkan pahala. Dan, me makmurkan bumi adalah ibadah mulia di sisi-Nya. 

Dalam kitab monumentalnya— Muqaddimah—Ibnu Khaldun me ngatakan, pemeliharaan dan pe les tarian lingkungan kini men jadi keharusan tak terelakkan bagi se ge nap umat manusia di muka bu mi. Bila alam terjaga dan terpelihara, maka secara langsung akan memberikan dampak positif bagi kelangsungan dan keseimbangan hidup. Hal inilah yang mendorong Umar Bin Khattab mengeluarkan ketetapan tentang pengelolaan lahan mati. Keputus an yang ia ambil tersebut merujuk pada ha dis-hadis terkait penghidupan kem bali lahan mati (ihya’ al mawat). 

Pesan Rasulullah 

Bila ditelusuri teks-teks hadis Rasulullah, akan didapati sejumlah riwayat yang memuat perintah menjaga alam dan melarang perusakan lingkungan. Hadis itu, antara lain, pertama, hemat meng guna kan air. Anjuran berhemat air ini antara lain terlihat da lam penggunaan air untuk ber suci dari hadas, baik kecil mau pun besar. Rasulullah me minta agar tidak boros air saat wudhu, cukup satu mud (1,5 liter menurut takar an Hijaz dan dua liter sesuai ukur an orang Irak). (HR Mutta faq’alaih). Sedangkan, mandi hendaknya tak lebih dari lima mud. 

Kedua, jangan mengotori dan merusak tempat umum atau alam yang dibutuhkan banyak orang, seperti air, udara, dan tanah. La rangan ini sebagaimana tertuang di hadis riwayat Ahmad dan Abu Dawud. Kedua riwayat itu me nya takan, Rasulullah me minta ber hati-hati terhadap dua kutuk an (riwayat lainnya menyebut tiga), yaitu membuang hajat di tengah jalan atau di tempat orang yang berteduh. Riwayat lain menyebut tempat sumber air. 

Ketiga, hendaknya tidak meru sak tanaman dengan memotong dahannya tanpa manfaat dan atau menoreh kulit batangnya. Ra sulullah Saw bersabda, “Siapa yang memotong pohon bidadara, maka Allah akan membenamkan kepalanya dalam neraka.” (HR Abu Dawud). Pohon bidadara itu merupakan jenis pepohonan besar dan rindang. Selain berguna se bagai penyerap air, bidadara juga bermanfaat untuk berteduh. Da lam konteks kekinian, perusakan tanaman yang memiliki kriteria serupa bisa dianalogikan, misalnya, dengan aktivitas perusakan hutan atau daerah resapan air. Misalnya, membangun vila atau tempat tinggal di kawasan hijau dan resapan air. 

Keempat, menggalakkan re boisasi atau penghijauan kembali lahan tandus. Kegiatan tersebut akan mendatangkan banyak man faat. Penanaman kembali pohonpohon di tanah kosong berguna untuk kelangsungan ekosistem. Dengan menaman pepohonan itu, maka bermanfaat meresap air dan mengurangi risiko banjir dan tanah longsor. Bukan mustahil bila dikelola secara baik bisa meraup hasil yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Dalam sebuah hadis, Rasulullah bersabda, “Ba rangsiapa yang menghidupkan tanah mati, maka dengannya ia mendapatkan pahala. Dan apa yang dimakan oleh binatang liar, maka dengannya ia mendapatkan pahala.” (HR Ahmad). 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement