Rabu 10 Jan 2018 05:21 WIB

Menyikapi Kuap

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Menguap. Ilustrasi
Foto: CBS
Menguap. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menguap bisa menimpa sia pa pun, terutama saat kondisi letih dan ke adaan perut kenyang setelah menyantap makanan. Adakalanya kuap yang merupakan gerekan re fleks itu menimbulkan efek meng enakkan bagi sebagian orang. Dan, tentunya sangat memanjakan tubuh. Apa faktor penyebab kuap? Hingga saat ini belum diketahui pasti. Tetapi, acap kali kuap kerap dikaitkan dengan jum lah oksigen di paru-paru yang rendah. Kuap bisa memancing kuap lainnya muncul. Potensi “penularan” itu bisa mencapai 55 persen bagi mereka yang melihat penguap dalam waktu lima menit. 

Islam mengatur bagaimana se seorang menyikapi kuap. Kelu hur an nilai Islam itu akan terkuak saat menengok respons dan pe nyikapan masyarakat sebuah komunitas terhadap kuap. Dalam beberapa bu daya, menguap merupakan suatu sikap antisosial. Islam meletakkan beberapa pan du an penting agar umat bisa meng hadapi kuap. Da lam Islam, kuap dianggap sebagai salah satu media bermalas-malas an yang identik dengan setan. Karena itu, harus tidak boleh di abaikan be gitu saja. 

Diriwayatkan dari Abu Hurai rah RA, Rasulullah bersabda, “Ber sin itu dari Allah dan me nguap itu dari setan. Jika salah seorang kali an menguap, tutuplah mulutnya dengan tangannya dan jika ia ka ta kan “aaahh”, maka setan ter ta wa dalam perutnya. Sesung guhnya Allah menyukai bersin dan membenci menguap.” (HR Turmudzi) 

Ibnu Bathal mengatakan, akti vitas menguap disandarkan kepa da setan bukan berarti makhluk Allah terlaknat tersebut juga me lakukan kegiatan yang sama, me nguap. Yang dimaksud penyandaran ini lebih berarti bahwa se tan senang melihat mereka yang menguap lantaran ekspresi lucu— menurut setan—yang muncul dari muka penguap. Melalui kuap pula, setan disinyalir bisa masuk dan melalaikan penguap dari berbuat kebaikan. 

Abu Bakar ibn al-Arabi me nambahkan, segala aktivitas yang tidak mengenakkan dan dicela diidentikkan dengan setan. Lain halnya perbuatan yang baik, se lalu disandarkan kepada Allah. Menguap, menurutnya, timbul dari rasa letih dan kenyang yang me mi cu rasa malas, kesemuanya ada lah dorongan setan. Imam Nawawi mengatakan, dasar pe nis batan kuap kepada setan yaitu setan mengajak pada syahwat. Menguap terjadi akibat fisik letih dan perut mulai kenyang. Oleh karena itu, peringatan yang terdapat di berbagai hadis tersebut juga bermakna agar menghindari penyebab kuap, yang tak lain ialah makan terlalu kenyang dan berlebihan. 

Dalam beberapa riwayat Bu khari Muslim diutarakan bahwa kuap yang dimaksud hanya ber laku saat menunaikan shalat. Se dangkan, di riwayat lainnya, tuntunan kuap bersifat mutlak, tanpa dibatasi ketika shalat. Menyikapi ragam riwayat itu, masih menurut Ibn al-Arabi, anjuran menahan kuap berlaku untuk setiap kondisi alias mutlak, baik shalat maupun kala tak sedang mendirikannya. Penekanan tuntutan lebih diper tegas khusus shalat karena kuap yang datang ketika itu bisa me rusak kekhusyukan. 

Abdul Aziz bin Fathi as-Sayyid Nada dalam bukunya, Ensiklo pedi Adab Islam (Ma’usu’at Al Aadaab Al Islamiyyah), menyebutkan, ada beberapa hal yang mesti diperhatikan dan harus dilakukan saat orang menghadapi kondisi menguap. Yaitu, pertama, hendaknya yang bersangkutan menolak, mengalahkan, dan me nahan kuapan, khususnya ketika sedang shalat. Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri RA, Ra su lullah bersabda,“Apabila salah seorang dari kalian menguap dalam shalatnya, hendaklah ia berusaha menahan kuapnya se bisa mungkin karena setan bisa masuk.” (HR Muslim). Syekh Na da menambahkan, bagaimana setan bisa masuk? Tak perlu he ran. Setan adalah makhluk yang tercipta dari api, bisa berubah bentuk, berpindah, dan bergerak seperti hawa dan angin. 

Kedua, bagi mereka yang me nguap agar meletakkan tangan di mulut dan menutupnya. Tujuan nya ialah agar saat menguap mulut ti dak dalam kondisi terbuka. Pa da saat itu, manusia terlihat bu ruk dan kala itu pula setan sedang me nertawakannya. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, Rasulullah ber sabda, “Jika salah seorang dari kalian menguap, tutuplah mulutnya dengan tangannya.” (HR Tur mudzi). Atas dasar hadis ini, sebagian ulama mengutarakan hikmah di balik anjuran agar ta ngan me nu tup mulut saat me nguap, yaitu menghindari setan masuk dan men cegahnya untuk merendahkan serta menertawa kan penguap. 

Ketiga, hendaknya tidak me ngeluarkan suara sewaktu me nguap. Mengangkat suara saat kuapan termasuk adab yang bu ruk. Sayangnya, oleh sebagian orang, perilaku itu dianggap per kara sepele. Terkadang, malah dengan sengaja mengangkat sua ra nya untuk mengundang gelak tawa orang di sekelilingnya. Pa d a hal, perbuatan semacam itu dekat sekali dengan tindakan setan. Dalilnya masih merujuk riwayat Turmudzi tersebut. Dise but kan bahwa bila seseorang me nguap lalu mengeluarkan suara “aahh”, maka setan tertawa di dalam perutnya. “Sesungguhnya, Allah menyukai bersin dan membenci menguap,” demikian titah Rasulullah pada riwayat tersebut. 

Nabi menguap? 

Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan dalam kitab syarah hadis Bukhari, Al Fath Al Bari, para nabi tidak pernah menguap, termasuk Rasulullah. Fakta ini me rujuk pada riwayat yang dinukil oleh Ibn Abi Syaibah dan Bukhari dalam kitab Tarikh Al Kabir. Ri wayat itu menegaskan bahwa Ra sulullah tidak sekalipun pernah menguap. Riwayat lainnya yang datang dari Al-Khuttabi menya takan, menguap juga bukan me rupa kan perbuatan yang lekat di sepanjang sejarah nabi atau rasul diutus untuk umat manusia. 

Menguap adalah perbuatan ren dah yang tidak disukai Allah. Me nguap bisa mengundang rasa se nang setan. Menguap juga di kate gorikan sebagai salah satu kegiat an yang bersumber dari makhluk terlaknat itu. Seme n tara, para nabi terjaga dari segala tindakan yang dapat mengu rangi derajat kenabian mereka. “Tak satu pun nabi pernah menguap,” demikian tulis riwayat Musalla mah bin Abdul Malik bin Mar wan.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement