Senin 08 Jan 2018 15:30 WIB
Belajar Kitab

Ar-Razi Ingatkan Para Dokter Soal Aktivitas Medis

Rep: Nashih Nasrullah/ Red: Agung Sasongko
Dokter. Ilustrasi
Foto: Antara
Dokter. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Pada zaman keemasan Islam, berbagai etika tersebut dielaborasikan dan disempurnakan dengan ajaran dan prinsip-prinsip Islam. Adalah Abu Bakar Muhammad bin Zakariyya ar-Razi 313 H/925 M, pelopor kedokteran di dunia Islam selain Ibnu Sina, mengarang sebuah kitab yang berjudul Akhalaq At Thabib.

Kitab asli yang berjudul Risalat li Abi Bakar Muhammad bin Zakariyya Ar Razi ila ba'dhi talamidzihi berisi tentang petuah bijak sang maestro terkait pola  interaksi antara pasian dan dokter berikut prinsip-prinsip yang harus diperhatikan oleh kedua belah pihak.

Kitab ini memuat sebanyak 26 poin risalah. Mengawali bukunya dengan pujian dan doa, tokoh kelahiran Rayy, Persia, ini hendak menunjukkan dan meneladankan bagaimana hubungan selayaknya antara murid dan guru. Dalam suratnya tersebut, sosok yang menyandang gelar Bapak Kedokteran Arab itu menuliskan apresiasi dan ucapan selamat kepada muridnya, Ibnu Qarib, atas kepercayaan yang diberikan oleh pemimpin Khurasan.

Bila ditelusuri, jiwa pendidik dan sikap mengayomi didedikasikan tidak hanya berlaku pada satu murid. Dalam banyak kesempatan, figur yang terkenal dengan panggilan Rhazes di dunia kedokteran Barat itu sangat perhatian dengan murid-muridnya. Secara khusus, bahkan ia pernah mengarang kitab yang bertajuk Al Asrar untuk muridnya, Muhammad bin Yunus.

Karya yang ditulisnya itu berisikan tentang teori matematika dan ilmu biologi. Sebuah contoh elegan dari seorang guru sekaligus pendidik sangat bermakna. Keteladanan yang kini sangat dirindukan di dunia pendidikan. "Semoga Allah memberikan taufik selalu kepadamu untuk berkhidmat pada pemimpin," tulis ar-Razi yang merupakan murid tokoh kenamaan Ali Ibnu Suhal Ibnu Rabban ath-Thabari kepada Ibnu Qarib.

Ar-Razi lantas mengingatkan muridnya bahwa dalam aktivitas medis, yang paling sulit ialah mengobati dan mengurus penguasa, kaum borjuis, dan para wanita. Profesi seorang dokter dikenal independen dan tak bisa diatur, tetapi semuanya itu, menurut ilmuwan pengulas pertama  ekstraksi katarak dan reaksi pupil mata itu, bisa jadi tidak berlaku di hadapan golongan-golongan tersebut.

Apalagi, bila mereka tidak tahu-menahu tentang seluk-beluk pengobatan, kemungkinan akan cukup kerepotan. Pernah suatu ketika seorang dokter meminta seorang pejabat berpengaruh untuk menghindari makanan atau minuman lantaran dikhawatirkan bisa memperburuk kondisinya.

Sontak, bagi mereka yang hidup dengan kemewahan dan tiap harinya menyantap menu-menu lezat, permintaan dokter itu mustahil dikabulkan. Bagi dokter, tidak ada kata menyerah. Petunjuk dan arahannya merupakan rambu-rambu yang tidak bisa dilanggar. "Soal medis, dokter sama kedudukannya dengan seorang raja, ia bisa mengeluarkan perintah dan lazim ditaati, tetapi tidak bisa diperintah," demikian ar-Razi memberikan saran menghadapi golongan-golongan elite itu.

Kerap berinteraksi dengan berbagai tipe dan karakter pasien, dokter dituntut memiliki wawasan yang luas, demikian ungkap tokoh yang disebut-sebut sebagai Galenus Arab itu. Menurutnya, penguasaan dokter terhadap bidang yang ditekuni dan diperkuat dengan disiplin ilmu lainnya akan sangat membantu mempererat dan menambah kepercayaan pasien terhadapnya.

Masyarakat memosisikan dokter sebagai pakar dan ahli berbagai penyakit dan mampu menyembuhkannya. Sama halnya ketika mereka yakin betul bila seorang mendaulatkan diri sebagai seorang dukun atau paranormal, maka pasti dianggap mengetahui segala hal, tak terkecuali perkara yang ghaib. Maka, menjadi keniscayaan bagi dokter agar terus memperbanyak wawasan dan memperdalam ilmunya. Hal ini bisa dilakukan dengan berkonsultasi pada pakar yang lebih ahli ataupun dilakukan secara autodidak melalui telaah referensi-referensi utama kedokteran.

Penulis kitab kedokteran monumental bertajuk Al Hawi itu mengingatkan kategorisasi penyakit. Secara garis besar, jenis penyakit- dilihat dari segi kemungkinan sembuh atau tidaknya- dibagi menjadi tiga. Pertama, penyakit yang tergolong jenis yang sangat mungkin sembuh. Contohnya seperti demam atau sakit kepala akibat sengatan sinar matahari.

Kedua ialah penyakit yang relatif mungkin sembuh dengan penanganan yang intensif, seperti penyakit demam akibat trombosit turun atau faktor kelelahan. Sedangkan, kategori yang terakhir ialah penyakit yang tipis kemungkinannya untuk sembuh seperti kanker. "Bila penyakit tetap sulit diobati, maka kondisi semacam ini di luar batas kemampuan dokter," tulis ar-Razi

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement