Sabtu 30 Dec 2017 19:54 WIB

Aksi Radikalisme Diatasi dengan Pemahaman Agama

Rep: Eric Iskandarsjah Z/ Red: Esthi Maharani
seminar tentang agama sebagai rahmatan lil alamin.
Foto: Eric Iskandarsjah Z / Republika
seminar tentang agama sebagai rahmatan lil alamin.

REPUBLIKA.CO.ID, SLEMAN -- Akhir-akhir ini radikalisme dan terorisme terus mencuat di permukaan bumi Indonesia. Celakanya, aksi tersebut seringkali dikaitkan dengan agama. Pembina The Al-Falah Institute Yogyakarta, Muhammad Arif menilai setiap warga negara wajib untuk membendung gerakan radikalisme dan terorisme.

"Jalan keluar dan sekaligus upaya ampuh dalam mengatasi aksi-aksi radikal tersebut ialah penguatan pemahaman agama Islam sebagai rahmatan lil alamin," ujarnya, Jumat (29/12)

Oleh karena itu, The Al-Falah Institute Yogyakarta tertarik untuk menelaah dan juga turut memberikan pemahaman dengan mengadakan seminar tentang agama sebagai rahmatan lil alamin. Seminar itu dilaksanakan di Teatrikal Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga pada tanggal 29 Desember 2017.

Seminar ini mendatangkan tiga orang pembicara yakni Halili Hasan dari Setara Institute, Ustaz Abu Nida dari Islamic Centre Bin Baz, dan rektor UIN Sunan Kalijaga, Prof M Machasin.  "Islam adalah agama yang memberikan kebaikan bagi alam semesta dan isinya. Oleh karena itu, lanjutnya, Islam hanya menggunakan kekerasan jika memang sudah tak ada jalan lain lagi," rektor UIN SUnan Kalijaga, Prof M Machasin.

Walaupun demikian, Nabi Muhammad SAW memberikan batasan-batasan penggunaannya. Menurut dia, Nabi Muhammad SAW tidak memperbolehkan pengrusakan peradaban, seperti dengan larangan membunuh orang-orang tua dan anak-anak serta wanita yang tidak terlibat dalam peperangan.

"Pasukan Beliau saat itu pun juga  tidak boleh merusak tanaman, memerangi mereka yang sedang beribadah di tempat ibadah dan sebagainya. Orang yang menyerah pun tidak boleh lagi diperangi. Ketika salah seorang panglima beliau membunuh orang yang sudah menyerah, beliau memberikan ganti rugi kepada keluarga orang-orang yang dibunuh," kata dia.

Oleh karena itu, ia pun menekankan, walaupun tindakan kekerasan boleh dilakukan sebagai jalan terakhir, namun jalan kelembutan tentu jauh lebih diutamakan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement