Jumat 22 Dec 2017 15:03 WIB

UB Lakukan Studi Inklusivitas Masyarakat Santri di Jatim

Rep: Wilda fizriyani/ Red: Esthi Maharani
Halaqah Difabel Universitas Brawijaya
Foto: Istimewa
Halaqah Difabel Universitas Brawijaya

REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Universitas Brawijaya (UB) melalui Pusat Studi dan Layanan Disabilitas (PSLD) telah melakukan penelitian ihwal Inklusivitas masyarakat santri di Jawa Timur. Hasil penelitian ini nantinya akan dimasukkan sebagai salah satu rumusan rancangan Fiqih Disabilitas untuk pengelola lembaga pendidikan.

Ketua PSLD UB, Fadhilah Putra mengungkapkan, terdapat tiga kota yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. "Di Sampang, Tulungagung dan Jombang," kata Fadhilah saat ditemui wartawan di Hotel Savana Malang.

Berdasarkan data PSLD UB, penelitian ini menyasar pada 75 masjid dan 300 responden dari masyarakat dan pesantren. Kebanyakan latar belakang responden merupakan masyarakat di sekitar masjid agung (masyarakat Kauman), pondok pesantren besar dan kecil. Observasi di bagian aksesbilitas masjid dibuat dengan menyesuaikan Peraturan Menteri PU No 30 Tahun 2006.

Dari observasi itu, PSLD menemukan, 90,67 persen pintu utama dan tambahan masjid sudah aksesbilitas atau memiliki lebar bukaan 90 centimeter (cm). Sementara 66,67 persen pintu selain yang utama berukuran minimal 80 cm. Kemudian untuk lantai masjid, sebanyak 44 persen memiliki permukaan kasar.

Dari sisi kemiringan tangga dan undak-undakan, hanya 36 persen yang miringnya tak lebih dari 60 persen. Untuk lebarnya, baru 48 persen masjid yang sudah memenuhi standar. Sementara bagian pegangan tangannya, juga hanya 48 persen yang telah terpenuhi.

Selanjutnya, pada bidang miring (tampil) hanya dua persen yang sudah memilikinya. Lalu tanda bahasa isyarat untuk Yuli hanya 6,67 persen masjid yang menyediakannya. Bahkan, ketersediaan gulding block untuk jalan para penyandang tunanetra tidak ditemukan sama sekali di tiga kota santri termasuk di Masjid Agung Kauman, Malang.

Dari segi fasilitas wudhu, hanya empat persen masjid yang memiliki akses bagi pengguna kursi roda. Kemudian 42,67 persen masjid sudah menyediakan ketan yang aksesibel. Sementara untuk pegangan tangan di tempat wudhu, baru 6,67 persen (5 dari 75 masjid) yang sudah sesuai standar. Pada toilet aksesibel, empat persen atau tiga dari 75 masjid telah memilikinya.

Di sisi lain, PSLD juga meneliti persepsi masyarakat Muslim tradisional terhadap isu disabilitas. Kebanyakan dari mereka terutama usia yang lebih muda sudah cukup bersikap positif pada penyandang disabilitas. Hanya saja beberapa di antaranya cenderung kesulitan dalam memberikan dukungan dan intensitas relasi.

Dari sejumlah penelitian yang dilakukan dari September hingga November 2017 ini, PSLD merekomendasikan perlunya pembangunan infrastruktur fisik dan sosial yang ramah bagi penyandang disabilitas. Perhatian untuk penguatan komponen keluarga dan persepsi positif pada penyandang disabilitas juga perlu diperkuat. Tak lupa juga untuk meningkatkan kesadaran terhadap penyandang disabilitas dengan melibatkan generasi muda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement