Ahad 17 Dec 2017 06:16 WIB

Tantangan Dakwah Dai di Tanah Air

Rep: A Syalaby Ichsan/ Red: Agung Sasongko
Dakwah
Foto: Dok. Republika
Dakwah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Tantangan dakwah di Tanah Air bukan hanya dihadapi Ustaz Abdul Somad. Beberapa dai dan kiai kerap ditolak oleh oknum ormas. Nama- nama, seperti Ustaz Felix Siaw dan Ustaz Bachtiar Natsir ditolak untuk berdakwah.

Tuduhannya pun sama, anti-Pancasila, anti-NKRI, dan antikebinekaan. Kita bersyukur selama ini para dai tersebut bisa menghadapi peno- lakan-penolakan itu dengan bijak. Pertikaian antarumat Islam khususnya dan konflik antara umat beragama pun masih bisa dihindari.

Sesungguhnya, tantangan dakwah para ulama zaman nowjuga dihadapi nabi dan rasul, para sahabat, juga ulama terdahulu. Mereka tak hanya mengalami persekusi, mereka diusir, dianiaya, bahkan dibunuh oleh kaumnya. Raja dan penguasa juga kerap menjadi tantangan mereka, begitu juga di Tanah Air. Sejarah mencatat, banyak ulama besar negeri ini yang merasakan dingin nya jeruji. Buya Hamka dan Muhammad Natsir adalah contohnya.

Dakwah menjadi tugas setiap Muslim meski caranya berbeda-beda. Dalam QS Fu shilat ayat 33, Allah SWT berfirman, "Sia pa kah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru menuju Allah, mengerjakan amal soleh, dan berkata, "Sesungguhnya, aku termasuk orang- orang yang berserah diri."

Di dalam tafsirnya, Imam Ibnu Katsir menjelaskan, ayat ini mengandung makna umum mencakup setiap orang yang menyeru manusia kepada kebajikan. Penyeru pun mengerjakan apa yang diserukannya dengan konsekuen. Rasulullah SAW menjadi panutan utama dalam contoh ayat ini.

Imam Hasan Al Basri menjelaskan, orang yang dimaksud adalah kekasih Allah. Dia manusia terpilih penolong agama Allah. Dia orang yang diutamakan Allah. Orang yng paling disukai Allah di antara penduduk bumi. Dia menyeru manusia untuk memenuhi seruan Allah seperti yang dilakukannya. Ia beramal soleh, kemudian berkata, "Aku termasuk orang- orang yang berserah diri." 

Dari setiap hamba, ada yang benar- benar fokus membaktikan diri untuk kegiatan dakwah."Dan hendaklah ada di anta ra kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung."(QS Ali Imran: 104). Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya menjelaskan, golongan yang dimaksud adalah para sahabat ter- pilih, para mujahidin terpilih, dan para ulama. Ayat ini bermakna hendaknya ada segolongan orang dari kalangan umat ini yang bertugas untuk mengemban urusan tersebut. Sekalipun, urusan itu memang diwajibkan pula atas setiap individu dari umat ini.

Tidakkah Nabi SAW bersabda tentang tiga pilihan untuk mencegah kemunkaran. Pertama dengan tangan, jika tidak mampu dengan lisan, jika masih tidak mampu dengan hati. Yang demikian itu adalah selemah-lemahnya iman. (HR Muslim).

Setelah mendapatkan tugas untuk menyeru manusia kepada jalan-Nya, Allah SWT pun memberi petunjuk bagaimana cara berdakwah tersebut. "Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik (pula). Sesungguhnya, Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih menge- tahui orang-orang yang mendapat petun- juk." (QS an-Nahl: 125).

Dua kata hikmah dan pelajaran menjadi senjata bagi para dai untuk berdakwah. Segala macam fitnah, penolakan, dan pengusiran yang terjadi akhir-akhir ini seyogianya tak membuat mereka melepas dua kata itu. Dengan hikmah dan pelajaran, para dai justru bisa menunjuk kan wajah Islam yang ramah. Wallahu'alam..

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement