Jumat 15 Dec 2017 12:30 WIB
Sulit Temukan Insan Televisi yang Reliji

Tim Standardisasi Penceramah di Televisi, Dibentuk

Rep: Fuji Eka Permana/ Red: Agus Yulianto
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis
Foto: ROL/Fakhtar Khairon Lubis
Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), Cholil Nafis

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengadakan rapat koordinasi bersama Kementerian Agama (Kemenag), Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan para produser program religi di lembaga penyiaran belum lama ini. Koordinasi tersebut dilakukan karena di Indonesia belum ada peraturan yang memberi panduan tentang penyiaran agama di televisi, sementara banyak kejadian penceramah yang menuai kontroversi.

"Hasilnya kita sepakat lebih hati-hati mengundang narasumber agar siaran lebih berkualitas dan orang mau mengaji lewat TV, bukan hanya menonton tapi mau mengaji," kata Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat, KH Muhammad Cholil Nafis kepada Republika.co.id, Jumat (15/12).

KH Cholil menyampaikan, hasil koordinasi sepakat untuk membuat standardisasi penyiaran agama di televisi. Termasuk standarisasi penceramah yang akan diundang atau tampil di televisi. Supaya penyampai agama tidak seperti pembaca berita, tapi harus memiliki kompetensi dan kemampuan dasar agama.

Ia mengatakan, oleh karena itu dibentuk tim yang terdiri dari MUI, KPI, Kementerian Agama dan perwakilan dari produser program religi di lembaga penyiaran. Tim bertugas membuat standar kompetensi penceramah di televisi sekaligus mengadakan pertemuan rutin untuk koordinasi.

Berdasarkan hasil rapat koordinasi, dikatakan KH Cholil, diketahui insan televisi religi kesulitan menemukan penceramah yang kompeten secara keilmuan dan pandai menyampaikan di depan layar kaca. Seringkali hanya punya kemampuan ilmu, tapi tidak pandai bicara di depan kamera. Maka perlu pembibitan da'i yang dipersiapkan untuk mengisi acara di televisi.

"Oleh karena itu nanti kita akan bimbing dan arahkan, termasuk nanti (melakukan) pembibitan penceramah di televisi itu," ujarnya.

Mengenai standardisasi dai, menurutnya, ada standar dasar. Misalnya, pertama, seorang penceramah minimal bisa menulis dan membaca Alquran dengan benar. Kedua, akidah penceramahnya benar, bukan akidah yang sesat. Ketiga, penceramah menjaga akhlak dan keadabannya.

Keempat, penceramah mengerti agama, wawasan kebangsaan dan kemasyarakatan. Akan tetapi, nanti tim akan merumuskan standarisasi penceramah yang akan tampil di televisi seperti apa jelasnya nanti dirumuskan.

"Ini baru semacam pandangan saja, nanti kita akan rumuskan dan dibahas bersama," ujarnya.

Ia menjelaskan, MUI sudah mempunyai pedoman dakwah untuk umum. Maka pedoman dakwah untuk penceramah yang akan tampil di televisi harus seperti apa, nanti akan dibahas bersama-sama. Tapi, pola awalnya nanti produser program religi yang akan mengundang penceramah bertanya atau meminta rekomendasi ke MUI.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement