Senin 11 Dec 2017 17:45 WIB

Kekuatan Doa Guru Saleh untuk Muridnya

Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan, Founder Sahabat Remaja Indonesia bersama anak didiknya.
Foto: Dok. Dompet Dhuafa Pendidikan
Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan, Founder Sahabat Remaja Indonesia bersama anak didiknya.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie, Direktur Dompet Dhuafa Pendidikan, Founder Sahabat Remaja Indonesia

Muhammad II, yang kemudian populer dengan nama Muhammad Al-Fatih, sang pembebas Konstantinopel memulai misi heroik mewujudkan bisyarah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pada 6 April 1453 M. Sudah lebih dari sebulan upaya pembebasan Konstantinopel belum menemui titik terang. Segala daya upaya taktik dan strategi perang telah dikerahkan, namun benteng Konstantinopel masih berdiri angkuh.

Maka, pada malam 28 Mei 1453 atau malam senin, Muhammad II bermaksud menemui gurunya, Syaikh Aaq Syamsuddin, di tendanya. Dini hari ketika itu. Namun, pasukan pengawal Syaikh Aaq Syamsuddin tidak mengizinkan Muhammad II menemui gurunya.

“Syaikh Aaq Syamsuddin sedang tidak ingin diganggu meski oleh Sultan sekalipun,” demikian pesan sang guru yang disampaikan pasukan pengawal.

Karena sangat ingin bertemu gurunya untuk meminta nasehat kepadanya, Muhammad II mencabut bayonetnya dan merobek tenda gurunya. Nampaklah gurunya tengah bersujud. Sujud yang lama, hening, dan khusyuk. Muhammad II hanya menyaksikan hingga gurunya menyelesaikan sujud panjangnya dalam qiyamul lailnya.

Apa yang tengah dilakukan Syaikh Aaq Syamsuddin hingga Muhammad II, sultan dan murid kesayangannya, sekalipun tak boleh mengganggunya. Rupanya, Syaikh Aaq Syamsuddin ingin khusyuk mendoakan muridnya dalam sujud panjang qiyamul lailnya. Ini rupanya salah satu rahasia keberhasilan Muhammad II membebaskan Konstantinopel.

Usai qiyamul lail, Syaikh Aaq Syamsuddin memberikan nasehat agar Muhammad II dan seluruh pasukannya berpuasa pada esok hari, senin 28 Mei 1453. Malamnya melaksanakan qiyamul lail berjama’ah, berzikir, dan berdoa memohon pertolongan kepada Allah. Semua nasehat gurunya disampaikan dalam pidatonya yang berkobar-kobar kepada semua pasukannya.

Maka, pada malam 29 Mei 1453, usai menunaikan qiyamul lail, Muhammad II mengobarkan semangat jihad pasukan Janisarinya untuk menuntaskan misi gila memindahkan kapal-kapal perang lewat jalan darat dan bukit untuk bisa masuk selat tanduk emas. Karena itulah, titik terlemah benteng Konstantinopel.

Misi itu pun tertuntaskan. 70 puluh kapal perang berhasil dipindahkan lewan jalan darat dan masuk selat tanduk emas. Babak akhir pembebasan Konstantinopel pun dimulai. Berbagai gempuran dan serangan bertubi-tubi akhirnya mampu menjebol benteng Konstantinopel. Pada 29 Mei 1453 Konstantinopel berhasil dibebaskan oleh seorang pemuda belia nan saleh berusia 23 tahun.

Dalam konteks pendidikan, ada pesan penting dalam perjuangan heroik membebaskan Konstantinopel, yaitu doa tulus dan khusyuk dari seorang guru saleh nan bertakwa untuk muridnya yang saleh. Doa itu melesat menembus langit ketujuh, menggetar Arsy, dan sampai kepada Allah. Allah pun mengijabah doa tulus nan khusyuk dari guru saleh dan bertakwa. Konstantinopel pun berhasil dibebaskan.

Maka, kita bertanya adakah para guru mendoakan murid-muridnya dalam sujud panjang tahajudnya? Adakah para guru bersungguh-sungguh men-saleh-kan dirinya agar doanya menembus langit ketujuh dan menggetarkan Arsy?

Dari sepenggal kisah Muhammad Al-Fatih ini, kita menemukan jawabannya mengapa belum lahir generasi muda Islam sekualitas Muhammad Al-Fatih karena juga belum lahir para guru sekualitas Syaikh Aaq Syamsuddin. Jika kita ingin menyaksikan pencapaian ajaib dan monumental seperti pencapaian Muhammad Al-Fatih, maka terlebih dahulu kita mesti melahirkan para guru seperti Syaikh Aaq Syamsuddin dan Syaikh Ahmad Al-Qurani, dua guru utama Muhammad Al-Fatih.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement