Senin 11 Dec 2017 14:21 WIB

DDII: Harus Ada Tindakan Hukum Bagi Penolak Ceramah Ustaz

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Agus Yulianto
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Periode 2015-2020 Mohammad Siddik
Foto: Republika/Yogi Ardhi
Ketua Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) Periode 2015-2020 Mohammad Siddik

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penolakan safari dakwah Ustaz Abdul Somad di Pulau Bali oleh anggota ormas setempat telah mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Ketua Umum Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII), Mohammad Siddik, sangat menyesalkan penolakan itu terjadi dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Apalagi, Ustaz Somad adalah sosok yang baik dan bukan berasal dari organisasi terlarang.

"Dewan Dakwah sangat menyesalkan telah terjadi penghadangan terhadap ustaz Somad dari Riau yang diundang oleh masyarakat Muslim di Bali. Hal ini bisa menimbulkan ketegangan di masyarakat. Kita berharap jangan terjadi lagi semacam ini," kata ustad Siddik, saat dihubungi Republika.co.id, Senin (11/12).

Ustaz Siddik mengatakan, penolakan terhadap ceramah agama itu dikhawatirkan bisa memicu balas dendam atau penghadangan kembali pada masyarakat Hindu Bali yang ada di wilayah mayoritas Islam. Karena jika penolakan terhadap penceramah ini terus dibiarkan, massa bisa bereaksi dan melawan. Ia menekankan agar masyarakat Bali memahami sikap toleransi terhadap agama lainnya.

Sementara itu, Ustaz Siddik juga menekankan agar pemerintah maupun kapolda Bali melindungi para penceramah agama dan tidak membiarkan penghadangan semacam itu terjadi. Karena dikhawatirkan muncul ketegangan yang membuat kondisi masyarakat menjadi tidak stabil.

"Supaya jangan berulang, mereka yang menghadang itu harus diadakan tindakan hukum oleh pihak berwenang setempat. Kapolda harus mengambil tindakan kepada sekelompok penolak tersebut," ujarnya.

Ustaz Siddik juga mengatakan, bahwa fitnah yang ditujukan terhadap ulama atau ustad sebagai anti NKRI adalah tuduhan yang tidak benar. Karena menurutnya, terbentuknya NKRI tidak lepas dari perjuangan para tokoh dan umat Islam.

Ia merujuk pada sejarah bangsa Indonesia. Menurutnya, tokoh Muslim yang juga ketua Masyumi, Mohammad Natsir, adalah sosok yang menyatukan Indonesia. Sebelum Indonesia menjadi bentuk NKRI, negara ini terdiri dari negara federal atau disebut Republik Indonesia Serikat (RIS). Natsir adalah orang yang menghubungi masing-masing negara federal dan menyerukan mereka untuk bersatu dalam penyatuan NKRI.

Pada 3 April 1950, Natsir mengajukan mosi integral dalam sidang parlemen yang bernama mosi integral Mohammad Natsir. Maka, RIS dibubarkan dan dibentuklah NKRI. Karena itulah, Presiden Soekarno saat itu meminta dibentuknya kabinet yang pertama yang dinamakan kabinet Mohammad Natsir.

"Jadi tidak mungkin kita anti-NKRI, tapi kita berkewajiban untuk bersatu dalam NKRI," tambahnya.

Selain itu, dia juga menolak adanya tuduhan Islam yang tidak setuju dengan bangsa plural. Sesuai dengan salah satu bunyi ayat dalam Alquran: "Allah menjadikan manusia berjenis-jenis dan berbangsa-bangsa, supaya mereka saling mengenal dan menghormati." Karena itulah, Ustaz Siddik menekankan bahwa umat Islam bukanlah umat yang tidak setuju dengan bangsa plural. Hanya saja, kata dia, umat Islam menginginkan plural yang proporsional.

Sebelumnya, Ustaz Somad sempat dihadapkan pada penolakan sekelompok massa yang menamakan diri sebagai Kompenen Rakyat Bali (KRB). Polisi kemudian melakukan mediasi antara pihak penolak dengan Ustaz Somad. Sempat mediasi yang alot, Ustaz Somad akhirnya diizinkan untuk menyampaikan ceramah di Masjid An-Nur. (Kiki Sakinah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement