Rabu 22 Nov 2017 19:30 WIB

Dewan Pertimbangan MUI Kecewa Terhadap Putusan MK

Rep: Fuji E Permana/ Red: Agung Sasongko
Pleno Terkait Putuan Penghayat Kepercayaan. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin (kedua kanan)  bersama Anngota DP MUI bachtiar Natsir, Natsir Zubaedi, dan Abdullah Djubaedi (dari kiri) memimpin Rapat Pleno ke-22 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (22/11).
Foto: Republika/ Wihdan
Pleno Terkait Putuan Penghayat Kepercayaan. Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin (kedua kanan) bersama Anngota DP MUI bachtiar Natsir, Natsir Zubaedi, dan Abdullah Djubaedi (dari kiri) memimpin Rapat Pleno ke-22 Dewan Pertimbangan MUI di Jakarta, Rabu (22/11).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang terdiri dari para pimpinan ormas-ormas Islam dan tokoh-tokoh ulama kekecewaan terhadap Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka berpandangan MK telah mengeluarkan putusan untuk memasukkan aliran kepercayaan dalam UU Administrasi Kependudukan tapi tanpa mengundang pihak-pihak yang semestinya diundang.

Ketua Dewan Pertimbangan MUI, Prof Din Syamsuddin mengatakan, rapat pleno Dewan Pertimbangan MUI memutuskan menyerahkan kepada Dewan Pimpinan MUI untuk mengeluarkan pandangan dan sikap. Serta melakukan langkah-langkah konkret dan persuasif agar keputusan MK tidak membawa dampak luas serta negatif dalam kehidupan bangsa, khususnya umat Islam.
 
Oleh karena itu Dewan Pertimbangan MUI secara khusus tidak mengeluarkan pandangan dan sikap secara resmi dan tertulis. "Tapi yang tadi disampaikan banyak anggota dewan pertimbangan MUI yang terdiri dari para pimpinan ormas-ormas Islam dan tokoh-tokoh ulama adalah sebuah penyesalan, kekecewaan terhadap Mahkamah Konstitusi," kata Prof Din kepada Republika di Gedung MUI, Rabu (22/11).
 
Ia menilai, MK telah membahas masalah yang sangat penting. Membahas masalah yang telah menimbulkan kontroversi dalam kehidupan nasional sejak dulu. Tapi dibahas oleh MK nyaris secara diam-diam. Serta tidak mengundang pihak-pihak yang semestinya diundang. Seperti DPR dan pemerintah serta instansi kementerian terkait.
 
Ia menegaskan, karena persoalan ini menyangkut agama, maka semestinya Kementerian Agama diundang oleh MK. Jadi banyak pihak yang semestinya diundang. Seperti lazimnya MK ketika membahas gugatan atau judicial review tentang sebuah UU. Hal ini sungguh disesalkan.
 
"Namun menteri agama menyampaikan kepada saya, Kementerian Agama tidak diundang, termasuk yang menggugat dulu," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement