Rabu 22 Nov 2017 13:46 WIB

Mengulik Perguruan Tinggi Islam Ala Pesantren Indonesia

Rep: Muhyiddin/ Red: Esthi Maharani
Ketua Asosiasi Ma'had Aly Indonesia (AMALI), KH Abdul Djalal dalam Pameran Pendidikan Islam Internasional terbesar atau International Islamic Education Expo (IIEE) di Convention Exhibition (ICE), BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/11) malam.
Foto: Muhyiddin / Republika
Ketua Asosiasi Ma'had Aly Indonesia (AMALI), KH Abdul Djalal dalam Pameran Pendidikan Islam Internasional terbesar atau International Islamic Education Expo (IIEE) di Convention Exhibition (ICE), BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/11) malam.

REPUBLIKA.CO.ID, TANGERANG SELATAN -- Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Kemenag) telah resmi membuka Pameran Pendidikan Islam Internasional terbesar atau International Islamic Education Expo (IIEE) di Convention Exhibition (ICE), BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (21/11) malam. Dalam pameran ini terdapat berbagai macam lembaga pendidikan Islam khas Indonesia yang di antaranya adalah Ma'had Aly.

Berdasarkan pantauan Republika.co.id, Rabu (22/11), stand Asosiasi Ma'had Aly ini berada di depan pintu masuk Foyer Hall 2 ICE. Ketua Asosiasi Ma'had Aly Indonesia (AMALI), KH Abdul Djalal mengatakan bahwa Ma'had Aly merupakan perguruan tinggi Islam ala pesantren Indonesia.

"Kekhasannya yang pertama Ma'had Aly ini sebagai perguruan tinggi ala pesantren oleh karena itu harus ada di dalam pesantren, dan diselenggarakan oleh pesantren. Jadi nanti gak ada Ma'had Aly negeri itu gak ada," ujarnya saat berbincang dengan Republika.co.id.

Lahirnya Ma'had Aly merupakan denyut nadi bagi perguruan tinggi agama Islam di Indonesia. Karena generasi muda Islam yang belajar di lembaga ini akan mampu menjadi ulama dan ahli fikih yang mampu menyebarkan Islam moderat.

Kekhasan Ma'had Aly lainnya, menurut Djalal, kurikulum yang diajarkan berbasis pada kitab kuning dan berbasis pada tradisi pesantren, di mana dosennya adalah para ulama dan kiai yang bergelar Strata dua (S2) hingga S3. "Bagaimana kalau belum S2, nanti akan dilakukan proses pengajuan ustadz-ustadz dan kiai-kiai itu oleh pemerintahan," ucapnya.

Keunikan lainnya dari lembaga ini yaitu, santri yang belajar di Ma'had Aly ini tidak lagi disebut sebagai santri, tapi mendapat julukan mahasantri. Saat belajar, mahasantri ini tidaklah mengenakan pakaian seperti mahasiswa, tapi tetap menggunakan sarung dan peci.

"Mahasantri ya harus tinggal di pesantren. Paradigma keilmuan nya adalah memadukan teori iman, ilmu, dan praktek. Kemudian basis keilmuannya kitab kuning jadi ada 17 kekhasan atau distingsi semuanya," kata Djalal.

Sebanyak 17 kekhasan Ma'had Aly ini tercatat dalam poster besar yang dipajang di dalam stand Asosiasi Ma'had Aly, sehingga para pengunjung IIEE dapat mengetahui keunggulan dan kekhasan Ma'had Aly. Menurut Djalal, tidak mudah santri yang bisa masuk Ma'had Aly karena harus memenuhi beberapa syarat.

"Proses belajarnya talaqqi artinya harus punya guru dan setiap guru dan kitab itu harus punya silsilah yang jelas. Setiap yang ingin masuk ke Ma'had Aly harus hafal Qur'an satu juz, hafal Alfiyah. Misalkan hafal Alfiyah 100 bet atau lebih," jelas Djalal.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement