Jumat 17 Nov 2017 10:36 WIB

PBB: Terorisme Seharusnya tak Dikaitkan dengan Agama

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Esthi Maharani
Sekjen PBB Antonio Guterres.
Foto: EPA
Sekjen PBB Antonio Guterres.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan terorisme seharusnya tidak dikaitkan dengan agama, atnis, atau ras manapun. Menurutnya, tidak ada satu pun pembenaran untuk melakukan tindakan teror. Hal ini disampaikan Guterres ketika memberikan pidato di SOAS University di London, Inggris, Kamis (16/11).

"Biar saya perjelas sejak awal, tidak ada yang membenarkan terorisme. Tidak ada yang bisa memaafkan penargetan sembarangan atas warga sipil, penghancuran kehidupan dan mata pencaharian secara sewenang-wenang, serta menciptakan kepanikan untuk kepentingannya sendiri," kata Guterres, dikutip laman Anadolu Agency.

Ia mengatakan, masyarakat pun sebaiknya tidak menautkan kejahatan terorisme dengan agama atau ras manapun. Ia menerangkan pada Pasal 5 dari the International Convention for theSuppression of Terrorism Bombings menyatakan, tindakan kriminal semacam ini, tidak dalam keadaan apapun dapat dibenarkan karena pertimbangan sifat politik,filosifis, ideologis, ras, etnis, agama, atau sejenisnya.

"Terorisme seharusnya tidak dikaitkan dengan agama, etnis, atau ras manapun, tidak ada alasan untukmelakukan terorisme. Biar saya menekankan ini sekali lagi," ucapnya.

Hal ini membuktikan adanya dikotomi dengan propaganda kelompok teroris yang kerap mengklaim bahwa aksinya dapat dibenarkan, entah melalui perspektif agama, ideologis, atau nilai-nilai lainnya. Guterres menegaskan, aksi teroris bukanlah pembunuhan yang dapat dibenarkan atau ditoleransi, tapi jelas tindakan kriminal.

Ia menjelaskan, saat ini kelompok teroris terus mengeksploitasi zona konflik dan wilayah-wilayah yang sedang terpuruk akibat kurangnya pembangunan, termasuk dilanda kemiskinan ekstrem, ketidaksetaraan untuk membangkitkan semangat terorisme serta ekstremisme. Internet adalah alat propaganda utamanya.

"Internet telah menjadi aset bagi kelompok teroris untuk menyebarkan propaganda kekerasan ekstremis, merekrut pelaku baru, dan mengumpulkan dana," kata Guterres.

Karena propaganda dan penyebaran nilai terorisme-ekstremismeini menyebar melalui dunia maya, menurut Guterres, tidak ada satu pun negara yang dapat mengklaim bahwa wilayahnya bebas atau kebal dari ancamana teror. Terorisme modern sedang dilancarkan pada skala yang sama sekali berbeda.

"Ini penting untuk rentang geografisnya," ujarnya.

Ia mengungkapkan serangan teroris telah meningkat dalam 10 tahun terakhir, yang sejalan dengan intensifnya konflik. Tahun lalu, setidaknya terjadi 11 ribu serangan teroris yang tersebar di lebih 100 negara. Serangan-serangan tersebut mengakibatkan lebih dari 25 ribu orang tewas dan 33 ribu lainnya terluka.

Sementara fokus ancaman terorisme berada di Barat, hampir tiga perempat dari seluruh kematian akibat teror tahun lalu hanya terjadi di lima negara, yakni Irak, Afghanistan, Suriah, Nigeria, dan Somalia. Tidak hanya korban jiwa dan luka, terorisme pun berdampakpada perekonomian global. Pada 2015, kata Guterres, dampak ekonomi global akibat terorisme diperkirakan mencapai 90 miliar dolar AS.

"Tapi angka ini mungkin jauh lebih tinggi," ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement